BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Teori Medis
1. Pengertian
a. Bayi baru lahir disebut juga
neonatus, bayi baru lahir adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42
minggu mampu hidup di luar kandungan dan berat badan 2500-4000 gram. (Dewi dkk,
2010; h.1)
b. Bayi baru lahir adalah bayi
yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat,
pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan
2500-4000 gram, nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan. ( Rukiyah dkk, 2010;
h.2)
c.
Neonatus
ialah bayi yang baru melahirkan proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri
dari kehidupan intrauteri kekehidupan
ekstrauteri. Beralih dari kehidupan intra uteri ke kehidupan ekstra
uteri.beralih dari ketergantungan mutlak pada ibu menuju kemandirian fisiologi.
Tiga faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi dan proses vital neonatus yaitu
maturasi, adaptasi dan toleransi. Selain itu pengaruh kehamilan dan proses
persalinan mempunyai peranan penting dalam morbiditas dan mortalitas bayi.
Empat aspek transisi pada bayi baru lahir yang paling dramatic dan cepat
berlangsung adalah pada sistem pernafasan, sirkulasi, kemampuan menghasilkan
sumber glukosa. ( Rukiyah dkk, 2010; h. 2)
Defenisi Bayi Baru Lahir menurut beberapa ahli yaitu:
a. Bayi Baru Lahir ialah bayi yang lahir selam satu jam pertama
kelahiran ( Saifuddin,2002)
b. Bayi Baru Lahir ialah bayi
dari lahir sampai usia 4 minggu , lahir biasanya dengan masa gestasi 38- 42
minggu.( Donna L.Wong,2003)
c. Bayi Baru Lahir ialah bayi
yang lahir dengan umur kehamilan 37-42 minggu, dan berat lahir 2500- 4000 gram.
( Dep. Kes.RI ,2005)
(Putra,
2012; h.190)
2. Ciri-ciri
Bayi Normal
a. BB
2.500-4000 gram
b. PB
48-52 cm
c. Lingkar
dada 30-38 cm
d. Lingkar
kepala 33-35 cm
e.
Bunyi jantung dalam
menit pertama kira-kira 180x/menit, kemudian menurun sampai 120-110
x/menit
f. Pernafasan
pada menit pertama kira-kira 180x/menit, kemudian menurun setelah tenang
40x/menit
g. Kulit
kemerah-merahan dan licin karena
jaringan subcutan cukup terbentuk dan diliputi vernik caseosa
h. Rambut
kepala biasanya telah sempurna
i. Kuku
agak panjang atau melewati jari –jari
j. Genetalia
labia mayora sudah menutupi labia minora (pada anak perempuan),
testis sudah turun (pada anak laki-laki).
k. Reflek
hisap dan menelan baik
l. Reflek
suara sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan memeluk.
m. Reflek
menggenggam sudah baik
n. Eliminasi
baik, urine dan meconium akan keluar 24 jam pertama, meconium berwarna hitam
kecoklatan.
Hal-hal
yang diawasi pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan metode APGAR.
Aspek-aspek yang termasuk APGAR dan harus dinilai dan dicatat ialah:
Table
2.1 APGAR SCORE ( Dewi dkk, 2010; h.2-3 )
TANDA
|
SKOR
|
0
|
1
|
2
|
1.
Appereance (warna kulit)
|
Seluruh tubuh biru atau pucat
|
Badan merah, kaki dan tangan biru
|
Seluruh tubuh kemerah-merahan
|
2.
Pulse (Bunyi jantung)
|
Tidak ada
|
< 100
|
> 100
|
3.
Grimace (Refleks)
|
Tidak ada
|
Perubahan mimik
|
Bersin, batuk, menangis kuat
|
4.
Activity (Aktivitas)
|
Tidak ada
|
Ekstremitas sedikit fleksi
|
Gerakan aktif, ekstremitas fleksi
|
5. Respiratory (Pernapasan)
|
Tidak ada
|
Lambat, tidak teratur atau lambat
|
Menangis keras atau kuat.
|
Interpretasi
1. Nilai 1-3 asfiksia berat
2. Nilai 4-6 asfiksia sedang
3. Nilai 7-10 asfiksia ringan (normal)
Tahapan pada bayi baru lahir
1. Tahap I terjadi segera
setelah lahir
Selama menit pertama kelahiran , pada tahap ini di gunakan
sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu.
2. Tahap II di sebut tahap
transisional reaktivitas
Pada tahap ini di lakukan pengkajian selama 24 jam pertama
terhadap adanya perubahan prilaku .
3. Tahap III di sebut tahap
periodik.
Di tahap ini pengkajian di lakukan setelah 24 jam pertama yang meliputi
pemeriksaan seluruh tubuh
( Dewi dkk, 2010; h.3)
Dalam merawat bayi
kebutuhan yang harus dipenuhi antara
lain:
1.
Kebutuhan rasa hangat
2.
Makanan pokok yaitu ASI
3.
Cairan
4.
Istirahat dan tidur
5.
Udara yang bersih
6.
Latihan gerakan badan
7.
Kasih sayang ibu
8.
Perlindungan
9.
Kebersihan dan sterilisasi
Kebutuhan
diatas bersifat terus menerus selama pertumbuhan dan perkembangan bayi.
3. Adaptasi Bayi Baru Lahir Terhadap Kehidupan Di Luar Uterus
Neonatus adalah
individu yang baru saja mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri
dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Selain itu neonatus adalah individu yang
sedang tumbuh.
1)
Perubahan
Pernafasan
Berikut adalah tabel mengenai
perkembangana sistem pulmonal sesuai dengan usia kehamilan
Table 2.2 Perkembangan sistem pulmonal (Dewi
dkk, 2010; h.12)
Usia kehamialan
|
Perkembangan
|
24 hari
|
Bakal paru-paru terbentuk
|
26-28 hari
|
Kedua bronkus terbentuk
|
6 minggu
|
Lobus ter diferensiasi
|
12 minggu
|
Lobus ter diferensiasi
|
24 minggu
|
Alveolus terbentuk
|
28 minggu
|
Surfaktan terbentuk
|
34-36 minggu
|
Struktur paru matang
|
Ketika struktur matang, ranting
paru-paru sudah bisa mengembang sistem alveoli. Selama dalam uterus, janin
mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta dan setelah bayi lahir,
pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi.
Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi karena beberapa hal berikut:
a. Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui
jalan lahir (stimulasi
mekanik).
b. Penurunan PaO2 dan peningkatan PaCo2
merangsang kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi )
c. Rangsangan dingin di daerah muka dan
perubahan suhu di dalam uterus (stimulasi sensorik)
d. Reflek defleksi Hering Breur
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama
sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli,
selain karena adanya surfakatan, juga karena adanya tarikan nafas dan pengeluaran napas dengan merintih sehingga suara bisa tertahan didalam.
Cara neonatus bernapas dengan cara bernapas diafragmatik dan abdominal, sedangkan untuk
frekuensi dan dalamnya bernapas belum teratur. Apabila surfaktan berkurang,
maka alveoli akan kolaps dan paru-paru kaku, sehingga terjadi atelektasis. Dalam kondisi
seperti ini (anoksia), neonatus masih dapat mempertahankan hidupnya karena
adanya kelanjutan metabolisme anaerobik. ( Dewi dkk, 2010; h.13)
Bagan 2.1 Skema Permulaan Pernapasan Bayi Baru Lahir
+
(Sulistyawati dkk, 2010;h.198)
2)
Perubahan metabolisme
karbohidrat
Luas permukaan tubuh neonatus relatif
lebih luas dari tubuh orang dewasa,
sehingga metabolisme basal per kg berat badan akan lebih besar. Oleh
karena itulah, BBL harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga
energi dapat diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan lemak.
Pada jam-jam pertama kehidupan, energi
didapatkan dari perubahan karbohidrat. Pada hari kedua, energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah mendapat
susu, sekitar di hari keenam energi didapat dari lemak dan karbohidrat yang
masing-masing sebesar 60 dan 40%.
(Dewi dkk, 201; h.14)
3)
Perubahan
suhu tubuh
Bayi baru lahir mempunyai kecenderungan
untuk mengalami stress fisik akibat perubahan suhu diluar uterus. Fluktuasi
(naik turunnya) suhu didalam uterus minimal, rentang maksimal hanya 0,6°C sangat berbeda dengan kondisi di luar uterus.
Tiga faktor yang paling berperan dalam
kehilangan panas tubuh bayi.
a.
Luasnya
permukaan suhu tubuh bayi
b.
Pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum
berfungsi secara sempurna.
c.
Tubuh bayi
terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas.
Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil
merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali
panas tubuhnya. Pembentukan suhu tubuh ini merupakan hasil penggunaan lemak
coklat yang terdapat diseluruh tubuh, dan mereka mampu meningkatkan panas tubuh
sampai 100 %. Untuk membakar lemak coklat, seorang bayi menggunakan glukosa
untuk mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi
baru lahir dan cadangan lemak
coklat ini akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stess dingin. Semakin
lama usia kehamilan, semakin banyak persediaan lemak coklat bayi. Jika seorang
bayi kedinginan, dia akan mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia, dan asidosis.
Oleh karena itu, upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama
dan bidan wajib untuk meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir. Suhu
tubuh normal pada neonatus adalah 36,5-37,5°C melalui pengukuran di aksila dan rektum,
jika nilainya turun dibawah 36,5 °C maka bayi mengalami hipotermia.
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu di sekeliling bayi rendah
dan upaya mempertahankan suhu tubuh tidak diterapkan secara tepat, terutama
pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama setelah lahir. Misalkan bayi baru
lahir dibiarkan basah dan telanjang selama menuggu plasenta lahir meskipun
lingkungan di sekitar bayi cukup hangat.
Gejala hipotermia
a. Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, maka
bayi menjadi kurang aktif, letargi hipotonus, tidak kuat menghisap ASI, dan
menangis lemah.
b. Pernapasan megap-megap dan lambat serta
denyut jantung menurun.
c. Timbul sklerema, kulit mengeras berwarna
kemerahan terutama di bagian punggung, tungkai, dan lengan.
d. Muka bayi berwarna merah terang.
Hipotermia
menyebabakan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan
kegagalan fungsi jantung, perdarahan terutama pada paru-paru, ikterus, dan
kematian.
(
Sulistyawati dkk, 2010;
h.199)
Bayi baru lahir dapat mengalami kehilangan panas tubuh melalui 4 mekanisme
berikut :
a) Konduksi
Melalui benda-benda padat yang berkontak dengan kulit bayi.
b) Konveksi
Suhu udara di kamar bersalin tidak boleh
kurang dari 20ºC dan sebaiknya tidak berangin. Tidak boleh ada pintu dan
jendela yang terbuka. Kipas angin dan AC yang kuat harus cukup jauh dari area
resusitasi. Troli resusitasi harus mempunyai sisi untuk meminimalkan konveksi
ke udara sekitar bayi.
c) Evaporasi
Bayi baru lahir yang dalam keadaan basah
kehilangan panas dengan cepat melalui cara ini. Karena itu, bayi harus
dikeringkan seluruhnya, termasuk kepala dan rambut, sesegera mungkin setelah
dilahirkan. Lebih baik bila menggunakan handuk hangat untuk mencegah hilangnya
panas secara konduktif.
d) Radiasi
Panas dapat hilang secara radiasi ke benda
padat yang terdekat, misalnya jendela pada musim dingin. Karena itu, bayi harus
diselimuti, termasuk kepalanya, idealnya menggunakan handuk hangat.
Harus diingat bahwa bayi pada saat lahir
mempunyai suhu 0,5-1ºC lebih tinggi dibanding suhu ibunya. Sayangnya tidak
jarang bayi mengalami penurunan suhu tubuh menjadi 35-35,5ºC dalam 15-30 menit
karena kecerobohan perawat di ruang bersalin. Sebagian besar penyulit pada
neonatus, seperti distress pernapasan, hipoglikemi, dan gangguan pembekuan
darah lebih sering terjadi dan lebih berat bila bayi mengalami hipotermia.
Masalah tersebut dapat dicegah dengan melakukan persiapan sebelum kelahiran
dengan menutup semua pintu dan jendela dikamar bersalin dan mematikan AC yang
langsung mengarah pada bayi. Suhu dikamar bersalin paling rendah 20ºC, dan
harus lebih tinggi jika bayi prematur. Segera setelah bayi lahir, bayi
dikeringkan dan kemudian diselimuti / dibungkus rapat dengan handuk hangat.
Membiarkan bayi dalam keadaan telanjang seperti memandikan ataupun saat melakukan kontak kulit ibu dengan bayi
harus dilakukan dalam ruangan yang hangat (23-25ºC) atau dibawah pemanas radian
/ infant radiant warmer. (Prawirohardjo, 2009; h. 367)
Cara mencegah
kehilangan panas yaitu dengan selimuti
tubuh bayi dengan kain bersih dan hangat setelah mengeringkan tubuh bayi dan
memotong tali pusat , selimuti kepala bayi karena bagian kepala bayi merupakan
permukaan tubuh yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas
jika tidak di tutupi. Tidak segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir .
( Dewi dkk, 2010; h.14. ).
4)
Perubahan sirkulasi
Dengan perkembangan paru mengakibatkan tekanan O2 naik dan
tekanan CO2 menurun, sehingga menurunkan resistensi pembuluh darah paru
sehingga aliran darah meningkat. Hal ini menyebabkan darah dari arteri
pulmonalis mengalir ke paru-paru dan ductus arteriosus menutup. Dengan
menciutnya arteri dan vena umbilicalis kemudian tali pusat dipotong aliran
darah dari placenta melalui vena cava inferior dan foramen oval atrium kiri
terhenti. Sirkulasi janin sekarang berubah menjadi sirkulasi bayi yang hidup
diluar badan ibu.
4. Penampilan Bayi Baru Lahir
a. Kesadaran dan reaksi
terhadap sekeliling, perlu di kurangi rangsangan terhadap reaksi terhadap
rayuan, rangsangan sakit, atau suara keras yang mengejutkan atau suara mainan.
b. Keaktifan, bayi normal
melakukan gerakan gerakan tangan yang simetris pada waktu bangun. Adanya temor
pada bibir, kaki dan tangan tangan waktu menangis adalah normal, tetapi bila hal
ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala suatu kelainan yang perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
c. Simetris, apakah secara
keseluruhan badan seimbang:
d. kepala apakah terlihat
simetris, benjolan seperti tumor yang lunak di belakang atas yang menyebabkan kepala
tampak lebih panjang ini di sebabkan akibat proses kelahiran, benjolan pada
kepala tersebut hanya terdapat di belakang kiri atau kanan saja, atau di sisi
kiri dan kanan tetapi tidak melampaui garis tengah bujur kepala, pengukuran
lingkar kepala dapat di tunda sampai kondisi benjol (capput sucsedenaum) di
kepala hilang dan jika terjadi molase, tunggu hingga kepala bayi kembali pada
bentuknya semula
e. Muka wajah : bayi tanpa
ekspresi; Mata; perhatikan kesimetrisan antara mata kanan dan kiri, perhatikan
adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah yang akan menghilang dalam
waktu 6 minggu.
f. Mulut ; penampilan harus
simetris, mulut tidak mencucu seperti mulut ikan, tidak ada tanda kebiruan pada
mulut bayi normal bila terdapat secret yang berlebihan, kemungkinan ada
kelainan bawaan saluran cerna.
g. Leher, Dada, Abdomen:
melihat adanya cedera ringan akibat persalinan, perhatikan ada tidaknya
kelainan pada pernafasan bayi karena bayi biasanya bayi masih ada pernafasan
perut.
h. Punggung; adanya benjolan
atau tumor atau tulang punggung dengan lekukan yang kurang sempurna, Bahu,
tangan, sendi, tungkai, perlu di perhatikan bentuk gerakannya fraktur (bila ekstremitas
lunglai/ kurang gerak) dan farices.
i. Kulit dan kuku; dalam keadaan normal kulit berwarna kemerahan,
kadang-kadang di dapatkan kulit yang mengelupas ringan, mengelupas yang
berlebihan harus di perkirakan adanya kemungkinan kelainan ,
waspada timbulnya kulit dengan warna yang tidak rata ini dapat di sebabkan
karena temperatur dingin, telapak tangan, telapak kaki atau kuku yang menjadi
biru, kulit menjadi pucat dan kuning, bercak-bercak besar biru yang sering
terdapat di sekitar bokong akan menghilang pada usia 1 -5 tahun.
j. Kelancaran menghisap dan
pencernaan; harus di perhatikan: tinja dan kemih, di harapkan keluar dalam 24
jam pertama, waspada bila terjadi perut
yang tiba-tiba membesar, tanpa keluarnya tinja, di sertai mutah, dan mungkin
dengan kulit kebiruan, harap segera konsultasi untuk pemeriksaan lebih lanjut,
untuk kemungkinan hirschprung/ congenital megacolon.
k. Refleks; refleks rooting,
bayi menoleh kearah banda yang menyentuh pipi, refleks isap, terjadi apabila
terdapat benda menyentuh bibir, yang disertai refleks menelan; Reflek moro
ialah timbulnya pergerakan tangan yang simetris seperti merangkul apabila
kepala tiba-tiba bergerak; Reflek mengeluarkan
lidah terjadi apabila di letakkan benda di dalam mulut, yang sering di
tafsirkan bayi menolak makan/ minum .
l. Berat badan: sebaiknya tiap
hari di pantau penurunan berat badan lebih dari 5 % berat badan waktu lahir,
menunjukan kurangnya cairan
(
Rukiyah dkk, 2010; h.5)
5. IMD ( Inisiasi Menyusui
Dini)
Untuk mempererat
ikatan antara ibu dan anak, setelah di
lahirkan sebaiknya bayi langsung di letakkan di dada ibunya sebelum bayi di
bersihkan. sentuhan kulit dengan kulit mampu menghadirkan efek psikologis yang
dalam di antara ibu dan anak. Penelitian membuktikan bahwa Asi Eksklusif selama
6 bulan memang baik bagi bayi. Naluri bayi akan membimbingnya saat bayi baru
lahir, pada jam pertama bayi menemukan payudara ibunya, ini adalah awal
hubungan menyusui yang berkelanjutan dalam kehidupan antara ibu dan bayi
menyusui. Setelah IMD dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan hingga 2 tahun.
Tatalaksana
Inisiasi Menyusui Dini yaitu:
a. Anjurkan suami atau keluarga
mendampingi saat melahirkan
b. Hindari penggunaan obat
kimiawi dalam proses persalinan
c. Segera keringkan bayi tanpa
menghilangkan lapisa lemak putih (verniks)
d. Dalam keadaan ibu dan bayi tidak memakai baju,
tengkurapkan bayi di dada atau perut ibu agar terjadi sentuhan kulit ibu dan
bayi kemudian selimuti kedua agar tidak kedinginan.
e. Anjurkan ibu memberi
sentuhan kepada bayi untuk merangsang bayi mendekati putting.
f. Biarkan bayi bergerak
sendiri mencari putting susu ibu.
g. Biarkan kulit bayi
bersentuhan langsung dengan kulit ibu selama minimal satu jam walaupun proses
menyusui telah terjadi. Bila belum terjadi proses menyusui hingga 1 jam biarkan
bayi berada di dada ibu sampai proses menyusui pertama kali selesai.
h. Tunda tindakan lain seperti
menimbang, mengukur, dan memberikan suntikan Vitamin K sampai menyusui pertama
kali
i. Proses menyusui dini dan
kontak kulit ibu dan bayi harus di upayakan meskipun ibu melahirkan dengan cara
operasi atau tindakan lain, kecuali ada indikasi medis yang jelas. ( Rukiyah dkk, 2010; h.9)
Manfaat IMD
bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernafasan, mengendalikan suhu tubuh bayi
lebih baik dibandingkan dengan inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang untuk
bayi dan mencegah infeksi nosokomial. Kadar bilirubun bayi juga lebih cepat
normal karena pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga dapat menurunkan
insiden ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi
lebih tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih baik. Dengan demikian,
berat badan bayi lebih cepat meningkat dan lebih cepat keluar dari rumah sakit.
Bagi ibu IMD dapat mengoptimalkan
pengeluaran hormon oksitosin, prolaktin, dan secara psikologis dapat menguatkan
ikatan batin antara ibu dan bayi.
(Prawirohardjo,
2011; h.369)
6. Rawat gabung
Rawat
gabung adalah suatu cara perawatan yang menyatukan ibu beserta bayinya dalam
satu ruangan, kamar, atau suatu tempat secara bersama-sama dan tidak dipisahkan
selama 24 jam penuh dalam seharian . (Dewi dkk, 2010; h. 18)
Rawat
gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak
dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam sebuah ruangan selama 24 jam
penuh. Istilah rawat gabung parsial yang dahulu banyak dianut seperti hanya dilakukan
pada siang hari sedangkan pada malam hari
bayinya dirawat di kamar bayi, sudah tidak di benarkan lagi.
(Prawirohardjo,
2011; h.386)
Yang di maksud
dengan rawat gabung adalah suatu cara perawatan bayi baru lahir yang ditempatkan
dalam suatu ruangan bersama ibunya
selama 24 jam penuh perharinya, sehingga bayi mudah dijangkau oleh ibu.
( Rukiyah dkk, 2010;
h.47).
Tujuan
dilakukannya rawat gabung adalah
1)
Ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin dan setiap saat
atau kapan saja saat dibutuhkan.
2)
Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar
seperti yang dilakukan oleh petugas.
3) Ibu mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam
merawat bayinya.
4) Suami dan keluarga dapat dilibatkan
secara aktif untuk mendukung dan
membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar.
5) Ibu dan bayi mendapat
kehangatan dan emosional.
( Dewi dkk, 2010; h.18)
Manfaat dilakukanya rawat gabung memungkinkan ayah dan ibu bayi diberi
kesempatan untuk mendapatkan pengalaman cara merawat bayinya segera sesudah
melahirkan. Apalagi di ruang rawat gabung ibu dan ayah mendapat bimbingan dari
petugas, sehingga bilamana mereka menemui masalah, mereka segera menanyakan
kepada petugas.
(Rukiyah dkk, 2010; h.47)
Manfaat rawat gabung
a. Fisik
Bila bayi dekat dengan
bayi, maka ibu akan mudah untuk melakukan perawatan sendiri. Dengan perawatan sendiri dan pemberian ASI sedini
mungkin, maka akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien
lain atau pun petugas kesehatan. (Dewi, dkk. 2010; h. 19)
Dengan rawat gabung ibu dengan mudah menyusui kapan saja bayi
menginginkannya. Dengan demikian, ASI
juga akan cepat keluar.
( Prawirohardjo, 2011; h.387)
b. Fisiologis
Bila ibu dekat dengan bayinya akan segera di susui dan
frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologi yang alami, dimana bayi mendapat nutrisi alami
yang paling sesuai dan baik. Bagi ibu yang menyusui akan timbul reflek
oksitosin yang dapat membantu proses fisiologi involusi rahim. (Dewi dkk, 2010;
h.19)
Dengan rawat gabung, bayi dapat disusui dengan frekuensi yang
lebih sering dan menimbulkan reflek prolaktin yang memacu proses produksi ASI
dan reflek oksitosin yang membantu pengeluaran ASI dan mempercepat involusi
rahim. Pemberian ASI eksklusif dapat juga dipergunakan sebagai metode keluarga
berencana asal memenuhi syarat yaitu usia bayi belum berusia 6 bulan, ibu belum
dan bayi masih di berikan ASI secara aksklusif. ( Prawirohardjo, 2011; h.387)
c. Psikologis
Dari segi psikologis akan segera terjadi proses lekat akibat
sentuhan badan antara ibu dan bayi. Hal tersebut akan berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan psikologi bayi. Selain itu, kehangatan tubuh ibu merupakan
stimulus mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi.
Dengan rawat gabung antar ibu dan bayi akan terjalin proses
lekat. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan psikologi bayi selanjutnya kehangatan tubuh ibu merupakan stimulus mental yang mutlak
diperlukan oleh bayi. ( Prawirohardjo, 2011; h. 387)
d. Edukatif
Ibu akan mempunyai pengalaman yang berguna sehingga mampu
menyusui serta merawat bayinya bila pulang dari rumah sakit. Selama di RS ibu
akan melihat, belajar, dan mendapat bimbingan mengenai cara menyusui secara
benar, cara merawat payudara, tali pusat, memandikan bayi, dan sebagainya. Keterampilan
ini di harapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya
sendiri setelah pulang dari RS. (Dewi dkk, 2010; h. 19)
Dengan rawat gabung ibu, terutama yang primipara, akan mempunyai
pengalaman menyusui dan merawat bayi. Juga memberi kesempatan bagi perawat utuk
tugas penyuluhan, antara lain posisi dan perlekatan bayi untuk menyusui dan
tanda tanda bahaya pada bayi .
( Prawirohardjo, 2011; h. 387)
e. Ekonomi
Pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Bagi rumah sakit,
terutama rumah sakit pemerintah terhadap anggaran pengeluaran untuk
pembelian susu formula, botol susu, dot,
serta peralatan lain yang di butuhkan. Beban perawat menjadi lebih ringan karena ibu berperan besar
dalam merawat bayinya sendiri sehingga waktu luang dapat di manfaatkan untuk
kegiatan lain. (Dewi dkk, 2010; h. 19)
Dengan rawat gabung, pemberian ASI dapat di lakukan sedini
mungkin sehingga anggaran pengeluaran
untuk membeli susu formula dan peralatan untuk membuatnya dapat di hemat ruang
bayi tidak perlu ada dan ruang dapat di
gunakan untuk hal yang lain. Lama rawat juga bisa dikurangi sehingga pergantian
pasien bisa lebih cepat. ( Prawirohardjo, 2011; h. 387)
f. Medis
Secara medis pelaksanaan rawat gabung dapat menurunkan
terjadinya infeksi nosokomial pada bayi, serta menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayi. (Dewi dkk, 2010; h. 19).
Dengan rawat gabung, ibu merawat bayinya sendiri. Bayi juga
tidak terpapar dengan banyak petugas sehingga infeksi nosokomial dapat di
cegah. Di samping itu kolostrum yang banyak mengandung berbagai zat protektif
akan cepat keluar dan memberikan daya tahan pada bayi.
( Prawirohardjo, 2011; h. 387).
7.
Bayi baru
lahir bermasalah
Masalah yang perlu tindakan segera dalam 1 jam
a.
Tidak bernapas/
sulit bernapas
Penanganan umum yang bias diberikan
adalah :
1) Keringkan bayi atau ganti kain yang basah dan bungkus dengan pakaian hangat dan kering.
2) Segera klem dan potong tali pusat.
3) Letakkan bayi pada tempat yang keras dan
hangat.
4) Lakukan pedoman pencegahan infeksi dalam setiap
melakukan tindakan.
5) Lakukan resusitasi bila terdeteksi adanya
kegagalan napas setelah bayi lahir.
6) Jika resusitasi tidak berhasil, maka berikan
ventilasi.
b. Sianosis / kebiruan dan sukar bernapas
Jika bayi mengalami sianosis (kebiruan ), sukar bernapas (frekuensi < 30
atau > 60 x/ menit), ada tarikan dinding dada ke dalam, atau merintih, maka
lakukan hal berikut :
1) Isap mulut dan hidung untuk memastikan jalan
napas tidak tersumbat.
2) Berikan oksigen 0,5 liter/ menit.
3) Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan yang
men- support kondisi bayi.
4) Tetap menjaga kehangatan bayi.
c. Bayi berat lahir rendah ( BBLR) < 2500 gram.
Ada dua macam BBLR, yang pertama bayi lahir kecil akibat kurang bulan. Dan
yang kedua adalah bayi lahir kecil dengan BB yang seharusnya untuk masa gestasi
(dismatur)
1)
Bayi lahir
kecil akibat kurang bulan (premature)
a) Masa gestasi < 37 minggu
b) Factor penyebabnya adalah sebagai berikut:
1. Ibu mengalami perdarahan antepartum, trauma fisik/psikologis,
dan DM, atau usia ibu masih terlalu muda (< 20 tahun) dan multigravida
dengan jarak kehamilan yang dekat.
2. Keadaan social ekonomi rendah
3. Kehamilan ganda atau hidramnion.
c) Ciri-ciri bayi premature adalah sebagai berikut
:
1. Berat kurang < 2500 gram
2. Lingkar dada < 30 cm
3. Panjang badan < 45 cm
4. Lingkar kepala < 33 cm.
5. Kepala lebih besar dari badannya.
6. Kulitnya tipis transparan dan banyak lanugo.
7. Lemak subkutan minimal.
2)
Bayi lahir
kecil dengan berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi (dismatur). Kondisi
ini dapat terjadi preterm, aterm, maupun postmatur. Bayi lahir dengan berat
sangat kecil (BB< 1.500 gram atau usia < 32 minggu) sering masalah
berat seperti :
a)
Sukar
bernapas;
b)
Sukar
minum( menghisap);
c)
Ikterus
berat;
d)
Infeksi
berat;
e)
Rentan hipotermi;
f)
Segera
rujuk jika bayi mengalami kondisi-kondisi tersebut.
d.
Letargi
Tonus otot rendah dan tidak ada gerakan sehingga sangat
mungkin bayi sedang sakit berat. Jika ditemukan kondisi demikian, maka segera
rujuk.
e.
Hipotermi
( suhu < 36 ˚C )
Bayi mengalami hipotermi
barat jika suhu aksila < 35 ˚C. untuk mengatasi kondisi tersebut, lakukan
hal berikut :
1)
Gunakan alat yang ada incubator, radian heater, kamar
hangat, atau tempat tidur hangat.
2)
Rujuk ke
pelayanan kesehatan yang memiliki Neonatal
Intensif Care Unit ( NICU )
3)
Jika bayi
sianosis, sukar bernapas, ataua ada tarikan dinding dada dan merintih, segera
berikan oksigen.
f.
Kejang
g.
Diare
Bayi dikatakan
mengalami diare jika terjadi pengeluaran feses yang tidak normal, baik dalam
jumlah maupun bentuk ( frekuensi lebih dari normal dan bentuknya cair). Bayi dikatakan diare bila
sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare
bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar.
h.
Obstipasi
Obsipasi adalah
penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya obstruksi pada
saluran cerna, atau bias didefinisikan sebagai tidak adanya pengeluaran feses
selama 3 hari atau lebih. Lebih dari 90 % bayi baru lahir akan mengeluarkan
mekonium dalam 24 jam pertama, sedangkan sisanya akan mengeluarkan mekonium
dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika hal ini tidak terjadi maka harus dipikirkan
adanya obstipasi. Namun, harus di ingat bahwa ketidakteraturan defekasi
bukanlah suatu obstipasi pada bayi yang menyusu, karena pada bayi bayi yang
mengkonsumsi ASI umumnya sering tidak mengalami defekasi selama 5-7 hari dan
kondisi tersebut tidak menunjukkan adanya gangguan karena nantinya bayi akan
mengeluarkan feses dalam jumlah yang banyak sewaktu defekasi. Seiring dengan
bertambahnya usia dan variasi dalam dietnya, lambat laun defekasi akan menjadi
lebih jarang dan feses yang dikeluarkan menjadi lebih keras.
i.
Infeksi
Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonates
yang terjadi pada masa antenatal, intranatal, dan postnatal.
j.
Sindrom
kematian bayi mendadak (Sudden Infant
Death Syndrome/ SIDS). Sudden Infant
Death Syndrome/ SIDS terjadi pada bayi sehat secara mendadak, ketika sedang
ditidurkan tiba-tiba ditemukan meninggal beberapa jam kemudian. Angka kejadian
SIDS sekitar 4 dari 1.000 kelahiran hidup. Insiden puncak dari SIDS terjadi
pada bayi usia 2 minggu dan 1 tahun. ( Dewi dkk, 2010; h. 6-8)
8. Penatalaksanaan
Pada Bayi Baru Lahir
a.
Membersihkan jalan nifas dan sekaligus menilai APGAR
Score menit pertama dengan cara menghisap lendir bayi dari mulut dan hidung
dengan memutar, jangan lakukan terus menerus tetapi beri kesempatan pada bayi
untuk bernafas, lakukan penghisapan
hingga bayi menangis keras.
b.
Mengeringkan badan bayi dari cairan ketuban dengan
menggunakan kain halus.
c.
Memotong dan mengikat tali pusat dengan dibungkus kasa
steril (perhatikan teknik aseptik dan antiseptik).
Cara memotong tali pusat :
Menjepit tali pusat dengan klem dengan jarak 3 cm dari pusat lalu
mengurut tali pusat ke arah ibu dan memasang klem ke 2 dengan jarak 2cm
dari klem yang pertama.memegang tali
pusat di antara 2 klem dengan mengunakan tangan kiri (jari tengah melindungi
tubuh bayi) lalu memotong tali pusat di antara 2 klem. Mengikat tali pusat dengan jarak + 1cm dari
umbilikus dengan simpul mati lalu mengikat balik tali pusat dengan simpul mati,
untuk kedua kalinya di bungkus dengan kasa steril, lepaskan klem pada tali
pusat, lalu memasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%. ( Dewi
dkk, 2010; h. 3)
Penanganan tali pusat di kamar bersalin harus dilakukan
secara asepsis untuk mencegah infeksi tali pusat dan tetanus neonatorum. Tali
pusat di potong dan diikat dengan pada jarak
Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam
minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada neonatus. jelly
wharton yang membentuk jaringan nikrotikdapat berkolonisasi dengan organisasi
patogen, kemudian menyebar dan menyebabkan infeksi kulit dan infeksi sistemik
pada bayi yang terpenting dalam perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali
pusat tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan iar bersih sebelum
merawat tali pusat. Bersihkan dengan
lembut kulit sekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudian bungkus dengan
longgar/tidak terlalu rapat dengan kasa, popok atau celana bayi diikat di bawah
tali pusat, tidak menutupi tali pusat untuk menghindari langsung terkontak
dengan feses dan urine, hindari penggunaan koin, kancing, uang logam untuk
membalut tekan tali pusat. (Prawirohardjo, 2011; h. 370).
d.
Memperhatikan suhu tubuh bayi dengan dibungkus kain
hangat dan tidak memandikan bayi
terlebih dahulu.
Mengeringkan tubuh bayi segera setelah lahir, kondisi bayi lahir
dengan tubuh basah karena air ketuban atau aliran melalui jendela/pintu yang
terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan yang akan mengakibatkan bayi akan
lebih cepat kehilangan suhu tubuh. Hal ini akan mengakibatkan serangan dingin
yang merupakan gejala awal hipotermia. Bayi kedinginan biasanya tidak
memperlihatkan gejala mengggigil oleh karena kontrol suhunya belum sempurna. (
Dewi dkk, 2010; h. 3)
Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi yang baru lahir
harus segara dikeringkan dan bungkus dengan kain kering kemudian diletakkan
telungkup di atas dada ibu untuk mendapatkan kehangatan dari dekapan ibu. ( Dewi
dkk, 2010; h. 3)
Menunda memandikan BBL sampai tubuh bayi stabil. Pada BBL
cukup bulan dengan berat badan lebih dari 2500 dan menangis kuat bisa di mandikan + 24 jam
setelah kelahiran dengan tetap menggunakan air hangat pada BBL yang beresiko
dengan berat badan badan kurang dari 2500 gram atau keadaan bayi sangat lemah sebaiknya
jangan dimandikan sampai suhu tubuh stabil dan mampu menghisap ASI dengan baik.
(Dewi dkk, 2010; h. 4)
e.
Mendekatkan bayi ke ibu dan menetekkan segera setelah
lahir
Rangsangan isapan bayi pada putting akan di teruskan oleh
serabut saraf ke hipofisis anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Di
mana hormon inilah yang akan memacu payudara untuk menghasilkan ASI. Pada hari
hari pertama kelahiran bayi, apabila penghisapan putting susu cukup adekuat
maka kan di hasilkan secara bertahap menghasilkan 10-100cc ASI. Produksi ASI
akan optimal setelah hari 10-14 usia bayi. Bayi sehat akan mengkonsumsi ASI
700-800 cc ASI per hari ( kisaran 600-1000 cc) untuk tumbuh kembang bayi.
Produksi ASI mulai menurun (500-700 cc) setelah 6 bulan pertama dan menjadi 400-600
cc pada 6 bulan kedua. Produksi ASI akan menjadi 300-500 cc pada tahun kedua
usia anak. Reflek laktasi yang terdapat pada bayi baru lahir seperti ; reflek mencari, reflek menghisap,
dan reflek menelan.
Keuntungan pemberian ASI diantarany adalah adanya keterikatan
emosional ibu dan bayi, sebagai kekebalan pasti untuk bayi, dan merangsang
kontraksi uterus. Pada saat mulai pemberian ASI anjurkan ibu memeluk dan
menyusui bayinya setelah tali pusat diklem dan dipotong, sehingga dapat
merangsang produksi ASI, memperkuat reflek menghisap bayi. Pedoman pemberian
ASI menyusui setelah lahir jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI
kecuali ada alasan medis, menyusui bayi dengan posisi yang benar dan melakukan
perawatan payudara. (Rukiyah dkk, 2010; h.13)
f. Membersihkan daerah muka,
tangan, lipatan ketiak, dada, punggung, kaki dengan kapas yang diberi baby oil
(setiap kali usapan kapas harus diganti).
g.
Memberikan obat mata untuk mencegah terjadinya infeksi pada mata dengan
menggunakan salep eritromisan 0,5% atau tetrasiklin 1% untuk pencegahan penyakit mata karena klamedia (penyakit menular sexual).
h.
Memberikan injeksi Vit. K
Semua bayi baru lahir harus
di beri Vit K injiksi 1 mg intramuskuler di paha kiri segera mungkin untuk
mencegah perdarahan pada bayi baru lahir akibat defisiensi Vit K yang dapat di
alamioleh sebagian bayi baru lahir. (Rukiyah, dkk, 2010; h. 14).
Di indonesia 67% dari angka
kematian biayi merupakan kematian neonatus di mana salah satu penyebab adalah
perdarahan akibat defisiensi vitamin K. (Prawirohardjo, 2011;h. 371)
i. Pemantauan bayi baru lahir
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah
untuk mengetahui aktifitas bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah
kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong
persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan.
1) Dua jam pertama sesudah lahir
Hal-hal yang dinilai waktu pemantauan bayi
pada jam pertama sesudah lahir meliputi :
1) Kemampuan menghisap kuat atau lemah
2) Bayi nampak aktif atau lunglai,
3) Bayi kemerahan atau biru.
(Prawirohardjo, 2009; h. 136)
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
Asuhan
kebidanan merupakan suatu penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kebidanan pada pasien yang mempunyai
kebutuhan atau masalah dalam bidang kesehatan, ibu pada masa hamil, nifas dan
bayi baru lahir serta keluarga berencana.
(Depkes RI, 1999).
Proses manajemen ini terdiri atas
7 langkah yang dimulai dari pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial,
antisipasi, intervensi, implementasi, dan terakhir evaluasi ( varney, 2006; h. 26)
Langkah-langkah manajemen
kebidanan menurut Helen Varney sebagai berikut :
I. Pengkajian (pengumpulan data dasar).
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan
semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.Merupakan langkah
pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi pasien.
1. Data Subjektif.
Ini berkaitan dengan identitas pasien, seperti nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat ( Prihardjo, 2006; h. 21)
1) Identitas bayi
a. Nama.
Nama jelas dan lengkap. Bagi pasien anak atau bayi di
tanyakan nama orang tua atau wali (Sulistyawati dkk, 2012; h.166).
b. Tanggal Lahir
Dicatat
untuk mengetahui usia bayi, sehingga tindakan yang akan kita lakukan sesuai
dengan usia bayi.
c. Jenis
Kelamin
Untuk
mengetahui jenis kelamin bayi.
d. Anak ke
Untuk mengetahui anak keberapa
bayi tersebut
e. Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah
kunjungan rumah bila diperlukan.
2) Identitas ibu
a. Nama.
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari
agar tidak keliru dalam memberikan penanganan. (Ambarwati dkk, 2009; h. 131)
b. Umur.
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti
kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya
belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi
perdarahan dalam masa nifas. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132)
c. Agama.
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau
mengarahkan pasien dalam berdoa.
d. Pendidikan.
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauhmana
tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidikannya. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132)
e. Suku/bangsa.
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
f. Pekerjaan.
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya,
karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut. (Ambarwati dkk, 2009; h.
132)
g.
Alamat.
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132)
3) Keluhan Utama.
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan bayi baru lahir. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132).
4) Riwayat
Kesehatan.
a. Riwayat Kesehatan Yang Lalu.
Data ini diperlukan untuk ada
hubungannya dengan masalah yang dihadapi bayi dengan riwayat kesehatan yang
lalu.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa
nifas dan bayinya. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132)
c. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan
bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya. (Ambarwati dkk,
2009; h. 133)
5) Riwayat
Obstetrik.
a. Riwayat kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu. Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus,
jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang
lalu.
b. Riwayat Persalinan sekarang.
Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak,
keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan. Hal ini perlu dikaji untuk
mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bias
berpangaruh pada masa nifas saat ini. (Ambarwati dkk, 2009; h. 134)
2. Data Objektif
Pemeriksaan umum
a.
Pernafasan
Pernafasan bayi baru lahir normal adalah 30-60
kali permenit, tanpa retraksi
dada dan tanpa suara merintih pada fase ekspirasi.
b.
Warna kulit
Warna kulit bayi normal ada kemerahan, sedangkan
bayi preterm kelihatan lebih pucat.
c.
Denyut jantung,
Denyut jantung bayi baru lahir normal
antara 120-160 kali permenit, tetapi masih dianggap normal bila lebih dari 160
kali permenit.
d.
Suhu aksila
Suhu bayi normal adalah 36,5˚C.
e.
Postur dan gerakan,
Postur normal bayi baru lahir dalam
keadaan istrahat, adalah kepalan tangan longgar, dengan lengan, panggul dan
lutut semi fleksi.
f.
Tali pusat
Normal berwarna putih kebiruan pada hari
pertama, mulai kering, mengkerut dan akhirnya terlepas setelah 7-10 hari.
g.
Berat badan
Beberapa hari setelah kelahiran, berat
badan bayi akan turun
sekitar 10% dari berat badan lahir. Pada
hari ketiga setelah kelahiran, berat badan bayi akan naik kembali sampai akhir
minggu pertama dan beratnya akan sama dengan berat badan saat lahir.
Pemeriksaan fisik : (
Head to Toe )
a.
Kepala
Untuk mengetahui bentuk kepala dan
kesimetrisan bentuk wajah dan memngetahui ada tidak kelainan yang terdapat di
kepala dan wajah seperti cepal hematoma, kaput sucsedenum.
b.
Mata
Untuk mengetahui apakah mata
simetris atau tidak terdapat kelainan seperti katarak , kebutaan atau tidak.
c.
Hidung
Untuk mengetahui apakah pada mata
terdapat pernafasan cuping hidung atau terdapat kelainan pada lubang hidung.
d.
Mulut
Untuk mengetahui apakah pada
mulut terdapat kelainan seperti labioskizis atau labiopalatoskizis dan
mengetahui lidah bayi normal atau tidak.
e.
Telinga
Untuk mengetahui telinga bayi
simetris atau tidak, ada daun telinga atau tidak, ada lubang telinga tidak
dan terdapat serumen atau tidak
f.
Leher
Untuk melihat apakah ada
pembesaran kelenjar atau tidak dan untuk mengetahui apakah kepala bayi bebas
beputar atau tidak.
g.
Dada
Untuk mengetahui detak jantung
bayi normal ada tidak, pernafasan bayi ada mengi dan ronchi atau tidak, dan ada
penarikan/retraksi dinding dada atau tidak.
h.
Abdomen
Untuk mengetahui perut bayi
kembung atau tidak, ada kelainan atau tidak, dan untuk memeriksa apakah ada
perdarahan atau tidak pada tali pusat.
i.
Punggung dan
pinggang
Untuk mengetahui apakah ada
kelainan atau tidak pada bentuk punggung bayi.
j.
Genetalia
Laki laki
Penis normal atau tidak, lubang
uretra normal atau tidak,dan skrotum normal atau tidak.
Perempuan
Labia mayor dan
labio minor ada sudah tertutup, lubang uretra dan lubang vagina ada atau tidak.
k.
Ekstremitas
Untuk mengetahui ada kelainan
atau tidak, lengkap atau tidak, pergerakan kaki dan tangan aktif atau tidak.
l.
Reflek
Untuk mengetahui apakah bayi
mengalami kecacatan atau tidak.
m. Antropometri
Untuk mengeahui BB bayi, PB, LK, LD, dan
LL.
II. Interpretasi Data.
Mengidentifikasi diagnose kebidanan dan masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Dalam langkah
ini data yang telah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi diagnose kebidanan
dan masalah. (Ambarwati dkk, 2009; h. 141)
1. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Paritas,
Abortus, Anak hidup, umur ibu, dan keadaan nifas.
Data dasar meliputi:
a) Data Subjektif
Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah abortus
atau tidak, keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu tentang keluhannya.
b) Data Objektif
Palpasi tentang tinggi
fundus uteri dan kontraksi, hasil pemeriksaan tentang pengeluaran pervaginam,
hasil pemeriksaan tanda-tanda vital.
2. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan
keadaan pasien.
3.
Kebutuhan
Kebutuhan merupakan sebuah
rencana yang dikembangkan untuk mengatasi rasa khawatir baik ibu maupun
keluarga pasien tersebut. Kebutuhan perawatan dapat dikenali dari masalah dan
diagnosa, atau salah satu dari keduanya ( Varney, 2006; h.27)
III. Diagnosa Potensial.
Mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial yang mungkin
akan terjadi. Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnose
potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnose. (Ambarwati dkk, 2009; h.
142)
IV. Antisipasi Masalah Potensial.
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen
kebidanan. Indentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan
atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien. (Ambarwati dkk, 2009; h.
142)
V. Perencanaan
Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnose yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya
meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah
yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi bayi baru lahir tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya. (Ambarwati dkk, 2009; h.
142)
Rencana yang diberikan pada bayi
baru lahir adalah
1. Bersihkan dan keringkan bayi dari lendir
dan darah
2. Lakukan pemotongan tali pusat
3. Berikan bayi kepada ibu dengan teknik skin
to skin untuk IMD
4. Ukur antropometri bayi
5. Bungkus bayi dengan kain yang bersih dan
kering
6. Beri vitamin K, dan salep mata tetracyclin
7. Beri bayi identitas
8. Beri bayi kepada ibu untuk kembali disusui
VI. Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan
pada klien dan keluarga.Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara
efisien dan aman. (Ambarwati dkk, 2009; h. 145)
Rencana yang diberikan pada bayi
baru lahir adalah
1. Membersihkan dan mengeringkan tubuh bayi
dari lendir dan darah menggunakan kain bersih dan kering agar bayi tidak
hipotermi
2. Melakukan pemotongan tali pusat yaitu urut
terlebih dahulu tali pusat kearah bayi, klem tali pusat 3-5 cm dari perut bayi.
Kemudian urut kembali tali pusat kearah ibu lelu klem tali pusat 2-3 cm dari
klem pertama. Kemudian potong tali pusat diantara kedua klem, kemudian ikat
dengan kencang dengan benang tali pusat.
3. Memberikan bayi kepada ibu dengan teknik
skin to skin agar terjalin hubungan antara ibu dan bayi, bayi tidak hipotermi,
membantu bayi agar lebih peka pada putting susu ibu serta memberi kehangatan
pada bayi. Tutup tubuh bayi dari kepala dengan kain bersih dan kering.
4. Mengukur antropometri bayi mulai dari
lingkar kepala, lingkar dada dan lingkar lengan
5. Membungkus bayi dengan kain yang bersih
dan kering untuk menjaga tubuh bayi agar tetap hangat dan tidak hipotermi
6. Memberikan bayi Vitamin K dengan dosis 0.5
cc secara IM pada paha luar bayi sebelah kiri, dan memberikan salep mata tetracyclin 1% pada kedua
mata bayi.
7. Memberikan bayi identitas agar bayi mudah
dikenali dan mencegah tertukar dengan bayi lain
8. Bayi telah diberikan pada ibunya untuk disusui kembali.
VII. Evaluasi
Langkah ini merupakan
langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah dilakukan bidan. Mengevaluasi
keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan
benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum efektif
atau merencanakan kembali yang belum terlaksana (Ambarwati dkk, 2009; h.147).
C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010
tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, BAB III Tentang Penyelenggara Praktik.
1.
Pasal 8 yang
berbunyi:
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang memberikan pelayanan yang
meliputi :
1) Pelayanan
Kebidanan
2) Pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan, dan
3) Pelayanan
Kesehatan Masyarakat
2.
Pasal 9
1) Pelayanan
kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan pada ibu dan
bayi.
2) Pelayanan
kebidanan kepaa ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, dan pada masa menyusui.
3) Pelayanan
kebidanan kepada bayi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi
baru lahir normal sampai usia 28 (dua delapan) hari
3.
Pasal 10 Ayat (2)
Pelayanan
kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi :
a.
Pemeriksaan bayi baru lahir;
b.
Perawatan tali pusat;
c.
Perawatan bayi baru lahir;
d.
Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas
pemerintah; dan
e.
Pemberian penyuluhan.