Rabu, 12 Juni 2013

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah salah satu indikator di suatu negara. Angka kematian maternal dan neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas keadaan masyarakat yang belum terlaksana. (Prawirohardjo, 2009 ;h.54 ).

Berdasarkan penelitian WHO seluruh dunia, terdapat kematian bayi khususnya neonatus sebesar 4.000.000 jiwa/tahun. Kematian bayi tersebut terutama di Negara berkembang sebesar 99% dan 40.000 dari bayi tersebut adalah bayi di Negara Indonesia ( http://www.poltekes-pontianak.ac.id.2010, 3/5/2013.15:20).

1
Angka kematian bayi (AKB) di Negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 kelahiran hidup. Malaysia 5,5/1000 kelahiran hidup. Thailand 17/1000 kelahiran hidup. Vietnam 18/1000 kelahiran hidup dan philipina 26/1000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia adalah angka tertinggi di Negara ASEAN. Berdasarkan  SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2007 angka kematian bayi di Indonesia adalah 35/1.000 kelahiran hidup. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal dunia pertahun atau 430 bayi meninggal dunia perhari.dalam Milenium Development Goals (MDGS) Indonesia menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun menjadi 17/1000 kelahiran hidup. Beberapa penyebab kematian bayi baru lahir (BBL) yang terbanyak disebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus, trauma lahir, kelianan kongenital dan hyperbilirubin. (http://www.poltekes-pontianak.ac.id.2010, 3/5/2013.13:30).

Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 di Provinsi Lampung  pada Tahun 2012 Angka Kematian Neonatal 27/1000 KH, Kematian Bayi 43/1000 KH dan Kematian Balita 30/1000 KH (SDKI 2012). Secara umum Angka Kematian Anak menunjukkan penurunan yang lambat. Angka Kematian Neonatal mengalami stagnasi 10 tahun terakhir yaitu 20/1.000 kelahiran hidup pada SDKI 2002 menjadi 19/1.000 pada SDKI 2007 dan SDKI 2012. Padahal kematian neonatal merupakan proporsi yang besar dari kematian bayi (59%) dan balita (47%).  

Pada Tahun 2012 di Provinsi Lampung terjadi 787 kasus kematian Perinatal, 110 kasus kematian neonatal, 159 kasus kematian bayi dan kasus kematian Balita sebanyak 64 kasus.  Tingginya kasus kematian Ibu dan anak di Provinsi Lampung memperlihatkan betapa rawannya derajat kesehatan Ibu dan anak. Karena kematian Ibu bayi dan Balita merupakan salah satu parameter derajat kesehatan suatu Negara. Masalah kesehatan ibu dan anak ini perlu diatasi dengan segera karena derajat kesehatan ibu dan anak akan sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang.(Profil Dinas Kesehatan Lampung, 2012).
Penyebab utama dari kematian neonatus di kota Bandar Lampung adalah asfiksia sebanyak 35 kasus (54,72%) BBLR 29 kasus (27,36%) dan penyebab lain 19 kasus (17,92 %) penyebab lain ini yaitu unchepalitis, kejang, dan kebiruan, kelainan kongenital seperti jantung bawaan, labiopalatoscizis, atresia esophagus, leukimia, herniadiafragmatika, dan atresia jejenum, hyperbilirubin, postmatur, kern ikterus, dan sepsis. (Profil Kesehatan Dinas Kota Bandar Lampung, 2010).

     Dari hasil prasurvey yang telah dilakukan penulis pada tanggal 1 mei 2013 di BPS Wirahayu Amd. Keb  Panjang Bandar Lampung, pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan April terdapat 119 bayi lahir hidup. Sedangkan di RB Kartini Panjang, pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan April terdapat 27 bayi lahir hidup.

B.  Rumusan Masalah

“Bagaimanakah Asuhan kebidanan pada Bayi Baru Lahir terhadap By.Ny. N  di Bps Wirahayu Panjang Bandar Lampung ?”

C.  Tujuan

1.      Tujuan Umum
Penulis dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir terhadap By. Ny. N  di Bps Wirahayu Panjang Bandar Lampung.



2.      Tujuan Khusus
a.    Diharapkan Penulis Dapat Melakukan Pengkajian  Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir terhadap By.Ny.N di Bps Wirahayu Panjang bandar Lampung.
b.    Diharapkan Penulis Dapat Melakukan Interpensi Data  Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir terhadap By.Ny. N di Bps Wirahayu Panjang bandar Lampung.
c.    Diharapkan penulis dapat melakukan diagnosa potensial  Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir terhadap By. Ny. N di Bps Wirahayu Panjang bandar Lampung.
d.   Diharapkan penulis dapat melakukan tindakan antisipasi  Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir terhadap By. Ny. N di Bps Wirahayu Panjang bandar Lampung.
e.    Diharapkan penulis dapat melakukan rencanakan Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir terhadap By.Ny.N di Bps Wirahayu Panjang Bandar Lampung,
f.     Diharapkan penulis dapat melakukan penatalaksanaan  Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir terhadap By.Ny.N di Bps Wirahayu Panjang Bandar Lampung.
g.    Diharapkan penulis dapat  melakukan evaluasi  Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir terhadap By. Ny. N di Bps Wirahayu Panjang Bandar Lampung.

D.  Ruang lingkup

1.    Sasaran
Bayi baru lahir
2.    Tempat
BPS Wirahayu Amd. Keb Panjang, Bandar Lampung.
3.    Waktu
Tanggal  29 April 2013-12 mei 2013

E.  Manfaat Penulisan

1.    Institusi Pendidikan

Sebagai dokumen dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

2.    Bagi Lahan Praktek

Study kasus ini dapat dijadikan gambaran informasi serta bahan untuk meningkatkan manajemen kebidanan yang diterapkan oleh lahan praktek.

3.    Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat khususnya ibu-ibu setelah melahirkan tentang pentingnya melakukan perawatan bayi baru lahir.

4.    Bagi Penulis

Study kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan yang didapat selama perkuliahan serta mengaplikasikan tentang perawatan bayi baru lahir.  

         

F.   Metodelogi dan Tehnik Memperoleh Data

1.      Metodologi Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam karya tulis ini adalah metode penelitian Study Kasus. Aziz S.R. (2003) menyatakan bahwa penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atau sesuatu unit sosial selama kurun waktu tertentu disebut studi kasus. Lebih tegas Aziz menambahkan bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian terhadap fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan.(http://pengertian-penelitian-studi-kasus.com,5/5/2013. 16.20)
2.      Tehnik Memperoleh Data
Untuk memperoleh data, teknik yang digunakan sebagai berikut:
a.         Data Primer
1)        Wawancara
Adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana penelitian mendapatkan keterangan atau pendirian  secara lisan dari seseorang sasaran penelitian (responden) (Notoatmodjo, 2005; h. 102).
                          Wawancara dilakukan dengan cara :
a)        Auto anamnesa
Wawancara yang langsung dilakukan kepada klien mengenai penyakitnya.
b)        Allo anamnesa
Wawancara yang dilakukan kepada keluarga atau orang lain mengenai penyakit klien (Sulistyawati dkk, 2009; h. 111).
2)        Partisipatif
Adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan (Notoatmodjo, 2005; h. 95).
3)        Pengkajian Fisik
Adalah suatu pengkajian yang dapat dipandang sebagai bagian tahap pengkajian pada proses keperawatan atau tahap pengkajian atau pemeriksaan klinis dari sistem pelayanan terintegrasi, yang prinsipnya menggunakan cara–cara yang sama dengan pengkajian fisik kedokteran, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Priharjo, 2006; h. 2-3).
4)        Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium dan penelitian pendukung adalah komponen esensial dari pengujian fisik sebagai tes dan penelitian yand dilakukan sebagai bagian dari skrining rutin dapat bervariasi tergantung pada  usia wanita tersebut, status resikonya ( Varney,
2007; h. 37).



b.        Data Sekunder
1)    Studi Pustaka
Adalah metode pengumpulan data dengan mempelajari catatan tentang pasien yang ada (Notoatmodjo, 2005; h. 63).
2)   Studi Dokumenter
Adalah semua bentuk dokumen baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, yang ada dibawah tanggung jawab instansi  resmi, misalnya laporan, statistik, catatan–catatan di dalam kartu klinik ( Notoatmodjo, 2005; h. 62).

BAB II



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  Tinjauan Teori Medis

1.    Pengertian

a.       Bayi baru lahir disebut juga neonatus, bayi baru lahir adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu mampu hidup di luar kandungan dan berat badan 2500-4000 gram. (Dewi dkk, 2010; h.1)
b.      Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan. ( Rukiyah dkk, 2010; h.2)
c.      
9
 
Neonatus ialah bayi yang baru melahirkan proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauteri kekehidupan  ekstrauteri. Beralih dari kehidupan intra uteri ke kehidupan ekstra uteri.beralih dari ketergantungan mutlak pada ibu menuju kemandirian fisiologi. Tiga faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi dan proses vital neonatus yaitu maturasi, adaptasi dan toleransi. Selain itu pengaruh kehamilan dan proses persalinan mempunyai peranan penting dalam morbiditas dan mortalitas bayi. Empat aspek transisi pada bayi baru lahir yang paling dramatic dan cepat berlangsung adalah pada sistem pernafasan, sirkulasi, kemampuan menghasilkan sumber glukosa. ( Rukiyah dkk, 2010; h. 2)

Defenisi Bayi Baru Lahir menurut beberapa ahli yaitu:
a.      Bayi Baru Lahir ialah  bayi yang lahir selam satu jam pertama kelahiran ( Saifuddin,2002)
b.      Bayi Baru Lahir ialah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu , lahir biasanya dengan masa gestasi 38- 42 minggu.( Donna L.Wong,2003)
c.      Bayi Baru Lahir ialah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37-42 minggu, dan berat lahir 2500- 4000 gram. ( Dep. Kes.RI ,2005)
(Putra, 2012; h.190)

2.    Ciri-ciri Bayi Normal

a.    BB 2.500-4000 gram
b.    PB 48-52 cm
c.    Lingkar dada 30-38 cm
d.   Lingkar kepala 33-35 cm
e.    Bunyi jantung dalam  menit pertama kira-kira 180x/menit, kemudian menurun sampai 120-110 x/menit
f.     Pernafasan pada menit pertama kira-kira 180x/menit, kemudian menurun setelah tenang 40x/menit
g.    Kulit kemerah-merahan dan licin karena  jaringan subcutan cukup terbentuk dan diliputi vernik caseosa
h.    Rambut kepala biasanya telah sempurna
i.      Kuku agak panjang atau melewati jari –jari
j.      Genetalia labia mayora sudah menutupi labia minora (pada anak   perempuan), testis sudah turun (pada anak laki-laki).
k.    Reflek hisap dan menelan baik
l.      Reflek suara sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan memeluk.
m.  Reflek menggenggam sudah baik
n.    Eliminasi baik, urine dan meconium akan keluar 24 jam pertama, meconium berwarna hitam kecoklatan.
     Hal-hal yang diawasi pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan metode APGAR. Aspek-aspek yang termasuk APGAR dan harus dinilai dan dicatat ialah: 
Table 2.1 APGAR SCORE ( Dewi dkk, 2010; h.2-3 )
TANDA
SKOR
0
1
2
1. Appereance  (warna kulit)
Seluruh tubuh biru atau pucat
Badan merah, kaki dan tangan biru
Seluruh tubuh kemerah-merahan
2. Pulse (Bunyi jantung)
Tidak ada
< 100
> 100
3. Grimace (Refleks)
Tidak ada
Perubahan mimik
Bersin, batuk, menangis kuat
4. Activity  (Aktivitas)
Tidak ada
Ekstremitas sedikit fleksi
Gerakan aktif, ekstremitas fleksi
5. Respiratory (Pernapasan)
Tidak ada
Lambat, tidak teratur atau lambat
Menangis keras atau kuat.

Interpretasi
1.    Nilai 1-3 asfiksia berat
2.    Nilai 4-6 asfiksia sedang
3.    Nilai 7-10 asfiksia ringan (normal)  
    


Tahapan pada bayi baru lahir
1.    Tahap I terjadi segera setelah lahir
     Selama menit pertama kelahiran , pada tahap ini di gunakan sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu.
2.    Tahap II di sebut tahap transisional reaktivitas
Pada tahap ini di lakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan prilaku .
3.    Tahap III di sebut tahap periodik.
Di tahap ini pengkajian di lakukan setelah 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh
( Dewi dkk, 2010; h.3)
Dalam  merawat bayi kebutuhan yang harus dipenuhi antara  lain:
1.    Kebutuhan rasa hangat
2.    Makanan pokok yaitu ASI
3.    Cairan
4.    Istirahat dan tidur
5.    Udara yang bersih
6.    Latihan gerakan badan
7.    Kasih sayang ibu
8.    Perlindungan
9.    Kebersihan dan sterilisasi
Kebutuhan diatas bersifat terus menerus selama pertumbuhan dan perkembangan bayi.

3.    Adaptasi Bayi Baru Lahir Terhadap Kehidupan Di Luar Uterus

Neonatus adalah individu yang baru saja mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin.  Selain itu neonatus adalah individu yang sedang tumbuh.

1)   Perubahan Pernafasan
Berikut adalah tabel mengenai perkembangana sistem pulmonal sesuai dengan usia kehamilan
Table 2.2 Perkembangan sistem pulmonal   (Dewi dkk, 2010; h.12)
Usia kehamialan
Perkembangan
24 hari
Bakal  paru-paru terbentuk
26-28 hari
Kedua bronkus terbentuk
6 minggu
Lobus ter diferensiasi
12 minggu
Lobus ter diferensiasi
24 minggu
Alveolus terbentuk
28 minggu
Surfaktan terbentuk
34-36 minggu
Struktur paru matang
               

 Ketika struktur matang, ranting paru-paru sudah bisa mengembang sistem alveoli. Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta dan setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi.
Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi karena beberapa hal berikut:
a.    Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi mekanik).
b.    Penurunan PaO2 dan peningkatan PaCo2 merangsang kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi )
c.    Rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu di dalam uterus (stimulasi sensorik)
d.   Reflek defleksi Hering Breur
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli, selain karena adanya surfakatan, juga karena adanya tarikan nafas dan pengeluaran napas dengan merintih sehingga suara bisa tertahan didalam.
Cara neonatus bernapas dengan cara bernapas diafragmatik dan abdominal, sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya bernapas belum teratur. Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan kolaps dan paru-paru kaku, sehingga terjadi atelektasis. Dalam kondisi seperti ini (anoksia), neonatus masih dapat mempertahankan hidupnya karena adanya kelanjutan metabolisme anaerobik. ( Dewi dkk, 2010; h.13)




Bagan 2.1 Skema Permulaan Pernapasan Bayi Baru Lahir
                                                                            
                                                                                                   +
                            
                                   


           

                                               


                                                           
                                               
           
                                               
                                                                            
(Sulistyawati dkk, 2010;h.198)
    
2)   Perubahan metabolisme karbohidrat
Luas permukaan tubuh neonatus relatif lebih luas dari tubuh orang dewasa,  sehingga metabolisme basal per kg berat badan akan lebih besar. Oleh karena itulah, BBL harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga energi dapat diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan lemak.
Pada jam-jam pertama kehidupan, energi didapatkan dari perubahan karbohidrat. Pada hari kedua, energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah mendapat susu, sekitar di hari keenam energi didapat dari lemak dan karbohidrat yang masing-masing sebesar 60 dan 40%.
(Dewi dkk, 201; h.14)
3)   Perubahan suhu tubuh
Bayi baru lahir mempunyai kecenderungan untuk mengalami stress fisik akibat perubahan suhu diluar uterus. Fluktuasi (naik turunnya) suhu didalam uterus minimal, rentang maksimal hanya 0,6°C sangat berbeda dengan kondisi di luar uterus.
Tiga faktor yang paling berperan dalam kehilangan panas tubuh bayi.
a.    Luasnya permukaan suhu tubuh bayi
b.    Pusat  pengaturan suhu tubuh bayi yang belum berfungsi  secara sempurna.
c.    Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas.
Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tubuh ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat yang terdapat diseluruh tubuh, dan mereka mampu meningkatkan panas tubuh sampai 100 %. Untuk membakar lemak coklat, seorang bayi menggunakan glukosa untuk mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi panas. Lemak  coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahir dan cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stess dingin. Semakin lama usia kehamilan, semakin banyak persediaan lemak coklat bayi. Jika seorang bayi kedinginan, dia akan mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia, dan asidosis. Oleh karena itu, upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama dan bidan wajib untuk meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir. Suhu tubuh normal pada neonatus adalah 36,5-37,5°C melalui pengukuran di aksila dan rektum, jika nilainya turun dibawah 36,5 °C maka bayi mengalami hipotermia.
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu di sekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama setelah lahir. Misalkan bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang selama menuggu plasenta lahir meskipun lingkungan di sekitar bayi cukup hangat.
Gejala hipotermia
a.    Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, maka bayi menjadi kurang aktif, letargi hipotonus, tidak kuat menghisap ASI, dan menangis lemah.
b.    Pernapasan megap-megap dan lambat serta denyut jantung menurun.
c.    Timbul sklerema, kulit mengeras berwarna kemerahan terutama di bagian punggung, tungkai, dan lengan.


d.   Muka bayi berwarna merah terang.
Hipotermia menyebabakan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung, perdarahan terutama pada paru-paru, ikterus, dan kematian.
( Sulistyawati dkk, 2010; h.199)

Bayi baru lahir dapat mengalami kehilangan panas tubuh melalui 4 mekanisme berikut :
a)     Konduksi
     Melalui benda-benda padat yang berkontak dengan kulit bayi.
b)   Konveksi
Suhu udara di kamar bersalin tidak boleh kurang dari 20ºC dan sebaiknya tidak berangin. Tidak boleh ada pintu dan jendela yang terbuka. Kipas angin dan AC yang kuat harus cukup jauh dari area resusitasi. Troli resusitasi harus mempunyai sisi untuk meminimalkan konveksi ke udara sekitar bayi.
c)    Evaporasi
Bayi baru lahir yang dalam keadaan basah kehilangan panas dengan cepat melalui cara ini. Karena itu, bayi harus dikeringkan seluruhnya, termasuk kepala dan rambut, sesegera mungkin setelah dilahirkan. Lebih baik bila menggunakan handuk hangat untuk mencegah hilangnya panas secara konduktif.


d)    Radiasi
Panas dapat hilang secara radiasi ke benda padat yang terdekat, misalnya jendela pada musim dingin. Karena itu, bayi harus diselimuti, termasuk kepalanya, idealnya menggunakan handuk hangat.
Harus diingat bahwa bayi pada saat lahir mempunyai suhu 0,5-1ºC lebih tinggi dibanding suhu ibunya. Sayangnya tidak jarang bayi mengalami penurunan suhu tubuh menjadi 35-35,5ºC dalam 15-30 menit karena kecerobohan perawat di ruang bersalin. Sebagian besar penyulit pada neonatus, seperti distress pernapasan, hipoglikemi, dan gangguan pembekuan darah lebih sering terjadi dan lebih berat bila bayi mengalami hipotermia.
Masalah tersebut dapat dicegah dengan melakukan persiapan sebelum kelahiran dengan menutup semua pintu dan jendela dikamar bersalin dan mematikan AC yang langsung mengarah pada bayi. Suhu dikamar bersalin paling rendah 20ºC, dan harus lebih tinggi jika bayi prematur. Segera setelah bayi lahir, bayi dikeringkan dan kemudian diselimuti / dibungkus rapat dengan handuk hangat. Membiarkan bayi dalam keadaan telanjang seperti memandikan ataupun   saat melakukan kontak kulit ibu dengan bayi harus dilakukan dalam ruangan yang hangat (23-25ºC) atau dibawah pemanas radian / infant radiant warmer.    (Prawirohardjo, 2009; h. 367)
Cara mencegah kehilangan panas yaitu dengan  selimuti tubuh bayi dengan kain bersih dan hangat setelah mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat , selimuti kepala bayi karena bagian kepala bayi merupakan permukaan tubuh yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika tidak di tutupi. Tidak segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir . ( Dewi dkk, 2010; h.14. ).
4)   Perubahan sirkulasi
          Dengan perkembangan paru mengakibatkan tekanan O2 naik dan tekanan CO2 menurun, sehingga menurunkan resistensi pembuluh darah paru sehingga aliran darah meningkat. Hal ini menyebabkan darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru dan ductus arteriosus menutup. Dengan menciutnya arteri dan vena umbilicalis kemudian tali pusat dipotong aliran darah dari placenta melalui vena cava inferior dan foramen oval atrium kiri terhenti. Sirkulasi janin sekarang berubah menjadi sirkulasi bayi yang hidup diluar badan ibu.

4.    Penampilan Bayi Baru Lahir

a.    Kesadaran dan reaksi terhadap sekeliling, perlu di kurangi rangsangan terhadap reaksi terhadap rayuan, rangsangan sakit, atau suara keras yang mengejutkan atau suara mainan.
b.    Keaktifan, bayi normal melakukan gerakan gerakan tangan yang simetris pada waktu bangun. Adanya temor pada bibir, kaki dan tangan tangan waktu menangis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala suatu kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
c.    Simetris, apakah secara keseluruhan badan seimbang:
d.   kepala apakah terlihat simetris, benjolan seperti tumor yang lunak di belakang atas yang menyebabkan kepala tampak lebih panjang ini di sebabkan akibat proses kelahiran, benjolan pada kepala tersebut hanya terdapat di belakang kiri atau kanan saja, atau di sisi kiri dan kanan tetapi tidak melampaui garis tengah bujur kepala, pengukuran lingkar kepala dapat di tunda sampai kondisi benjol (capput sucsedenaum) di kepala hilang dan jika terjadi molase, tunggu hingga kepala bayi kembali pada bentuknya semula
e.    Muka wajah : bayi tanpa ekspresi; Mata; perhatikan kesimetrisan antara mata kanan dan kiri, perhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah yang akan menghilang dalam waktu 6 minggu.
f.     Mulut ; penampilan harus simetris, mulut tidak mencucu seperti mulut ikan, tidak ada tanda kebiruan pada mulut bayi normal bila terdapat secret yang berlebihan, kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna.
g.    Leher, Dada, Abdomen: melihat adanya cedera ringan akibat persalinan, perhatikan ada tidaknya kelainan pada pernafasan bayi karena bayi biasanya bayi masih ada pernafasan perut.
h.    Punggung; adanya benjolan atau tumor atau tulang punggung dengan lekukan yang kurang sempurna, Bahu, tangan, sendi, tungkai, perlu di perhatikan bentuk gerakannya fraktur (bila ekstremitas lunglai/ kurang gerak) dan farices.
i.      Kulit dan kuku; dalam  keadaan normal kulit berwarna kemerahan, kadang-kadang di dapatkan kulit yang mengelupas ringan, mengelupas yang berlebihan harus di perkirakan adanya kemungkinan kelainan , waspada  timbulnya kulit dengan  warna yang tidak rata ini dapat di sebabkan karena temperatur dingin, telapak tangan, telapak kaki atau kuku yang menjadi biru, kulit menjadi pucat dan kuning, bercak-bercak besar biru yang sering terdapat di sekitar bokong akan menghilang pada usia 1 -5 tahun.
j.      Kelancaran menghisap dan pencernaan; harus di perhatikan: tinja dan kemih, di harapkan keluar dalam 24 jam pertama,  waspada bila terjadi perut yang tiba-tiba membesar, tanpa keluarnya tinja, di sertai mutah, dan mungkin dengan kulit kebiruan, harap segera konsultasi untuk pemeriksaan lebih lanjut, untuk kemungkinan hirschprung/ congenital megacolon.
k.    Refleks; refleks rooting, bayi menoleh kearah banda yang menyentuh pipi, refleks isap, terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir, yang disertai refleks menelan; Reflek moro ialah timbulnya pergerakan tangan yang simetris seperti merangkul apabila kepala tiba-tiba bergerak; Reflek mengeluarkan  lidah terjadi apabila di letakkan benda di dalam mulut, yang sering di tafsirkan bayi menolak makan/ minum .
l.      Berat badan: sebaiknya tiap hari di pantau penurunan berat badan lebih dari 5 % berat badan waktu lahir, menunjukan kurangnya cairan   
( Rukiyah dkk, 2010; h.5)

5.    IMD ( Inisiasi Menyusui Dini)

Untuk mempererat  ikatan antara ibu dan anak, setelah di lahirkan sebaiknya bayi langsung di letakkan di dada ibunya sebelum bayi di bersihkan. sentuhan kulit dengan kulit mampu menghadirkan efek psikologis yang dalam di antara ibu dan anak. Penelitian membuktikan bahwa Asi Eksklusif selama 6 bulan memang baik bagi bayi. Naluri bayi akan membimbingnya saat bayi baru lahir, pada jam pertama bayi menemukan payudara ibunya, ini adalah awal hubungan menyusui yang berkelanjutan dalam kehidupan antara ibu dan bayi menyusui. Setelah IMD dilanjutkan pemberian ASI eksklusif  selama 6 bulan dan diteruskan hingga 2 tahun.

Tatalaksana Inisiasi Menyusui Dini yaitu:

a.    Anjurkan suami atau keluarga mendampingi saat melahirkan
b.    Hindari penggunaan obat kimiawi dalam proses persalinan
c.    Segera keringkan bayi tanpa menghilangkan lapisa lemak putih (verniks)
d.    Dalam keadaan ibu dan bayi tidak memakai baju, tengkurapkan bayi di dada atau perut ibu agar terjadi sentuhan kulit ibu dan bayi kemudian selimuti kedua agar tidak kedinginan.
e.    Anjurkan ibu memberi sentuhan kepada bayi untuk merangsang bayi mendekati putting.
f.     Biarkan bayi bergerak sendiri mencari putting susu ibu.
g.    Biarkan kulit bayi bersentuhan langsung dengan kulit ibu selama minimal satu jam walaupun proses menyusui telah terjadi. Bila belum terjadi proses menyusui hingga 1 jam biarkan bayi berada di dada ibu sampai proses menyusui pertama kali selesai.
h.    Tunda tindakan lain seperti menimbang, mengukur, dan memberikan suntikan Vitamin K sampai menyusui pertama kali
i.      Proses menyusui dini dan kontak kulit ibu dan bayi harus di upayakan meskipun ibu melahirkan dengan cara operasi atau tindakan lain, kecuali ada indikasi  medis yang jelas. ( Rukiyah dkk, 2010; h.9)

Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernafasan, mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang untuk bayi dan mencegah infeksi nosokomial. Kadar bilirubun bayi juga lebih cepat normal karena pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga dapat menurunkan insiden ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih baik. Dengan demikian, berat badan bayi lebih cepat meningkat dan lebih cepat keluar dari rumah sakit. Bagi ibu IMD dapat  mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin, prolaktin, dan secara psikologis dapat menguatkan ikatan batin antara ibu dan bayi.
(Prawirohardjo, 2011; h.369)

6.    Rawat gabung

Rawat gabung adalah suatu cara perawatan yang menyatukan ibu beserta bayinya dalam satu ruangan, kamar, atau suatu tempat secara bersama-sama dan tidak dipisahkan selama 24 jam penuh dalam seharian . (Dewi dkk, 2010; h. 18)

Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam sebuah ruangan selama 24 jam penuh. Istilah rawat gabung parsial yang dahulu banyak dianut seperti hanya dilakukan pada siang hari sedangkan pada malam hari  bayinya dirawat di kamar bayi, sudah tidak di benarkan lagi.

(Prawirohardjo, 2011; h.386)

Yang di maksud dengan rawat gabung adalah suatu cara perawatan bayi baru lahir yang ditempatkan dalam suatu ruangan bersama ibunya  selama 24 jam penuh perharinya, sehingga bayi mudah dijangkau oleh ibu.
( Rukiyah dkk, 2010; h.47).
Tujuan dilakukannya rawat gabung  adalah
1)   Ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin dan setiap saat atau kapan saja saat dibutuhkan.
2)   Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas.
3)     Ibu mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam merawat bayinya.
4)   Suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif  untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui  dan  merawat bayinya secara baik dan benar.
5)   Ibu dan bayi mendapat kehangatan dan emosional.
( Dewi dkk, 2010; h.18)
Manfaat dilakukanya rawat gabung  memungkinkan ayah dan ibu bayi diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman cara merawat bayinya segera sesudah melahirkan. Apalagi di ruang rawat gabung ibu dan ayah mendapat bimbingan dari petugas, sehingga bilamana mereka menemui masalah, mereka segera menanyakan kepada petugas.
(Rukiyah dkk, 2010; h.47)
Manfaat rawat gabung
a.    Fisik
     Bila bayi dekat dengan  bayi, maka ibu akan mudah untuk melakukan perawatan sendiri. Dengan  perawatan sendiri dan pemberian ASI sedini mungkin, maka akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau pun petugas kesehatan. (Dewi, dkk. 2010; h. 19)
     Dengan rawat gabung ibu dengan mudah menyusui kapan saja bayi menginginkannya. Dengan  demikian, ASI juga akan cepat keluar.
     ( Prawirohardjo, 2011; h.387)
b.    Fisiologis
     Bila ibu dekat dengan bayinya akan segera di susui dan frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologi yang  alami, dimana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Bagi ibu yang menyusui akan timbul reflek oksitosin yang dapat membantu proses fisiologi involusi rahim. (Dewi dkk, 2010; h.19)
     Dengan rawat gabung, bayi dapat disusui dengan frekuensi yang lebih sering dan menimbulkan reflek prolaktin yang memacu proses produksi ASI dan reflek oksitosin yang membantu pengeluaran ASI dan mempercepat involusi rahim. Pemberian ASI eksklusif dapat juga dipergunakan sebagai metode keluarga berencana asal memenuhi syarat yaitu usia bayi belum berusia 6 bulan, ibu belum dan bayi masih di berikan ASI secara aksklusif. ( Prawirohardjo, 2011; h.387)
c.    Psikologis
     Dari segi psikologis akan segera terjadi proses lekat akibat sentuhan badan antara ibu dan bayi. Hal tersebut akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan psikologi bayi. Selain itu, kehangatan tubuh ibu merupakan stimulus mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi.
     Dengan rawat gabung antar ibu dan bayi akan terjalin proses lekat. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan psikologi  bayi selanjutnya kehangatan tubuh ibu  merupakan stimulus mental yang mutlak diperlukan oleh bayi. ( Prawirohardjo, 2011; h. 387)
d.   Edukatif
     Ibu akan mempunyai pengalaman yang berguna sehingga mampu menyusui serta merawat bayinya bila pulang dari rumah sakit. Selama di RS ibu akan melihat, belajar, dan mendapat bimbingan mengenai cara menyusui secara benar, cara merawat payudara, tali pusat, memandikan bayi, dan sebagainya. Keterampilan ini di harapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya sendiri setelah pulang dari RS. (Dewi dkk, 2010; h. 19)
     Dengan rawat gabung ibu, terutama yang primipara, akan mempunyai pengalaman menyusui dan merawat bayi. Juga memberi kesempatan bagi perawat utuk tugas penyuluhan, antara lain posisi dan perlekatan bayi untuk menyusui dan tanda tanda bahaya pada bayi .
    ( Prawirohardjo, 2011; h. 387)
e.    Ekonomi
     Pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Bagi rumah sakit, terutama rumah sakit pemerintah terhadap anggaran pengeluaran untuk pembelian  susu formula, botol susu, dot, serta peralatan lain yang di butuhkan. Beban perawat  menjadi lebih ringan karena ibu berperan besar dalam merawat bayinya sendiri sehingga waktu luang dapat di manfaatkan untuk kegiatan lain. (Dewi dkk, 2010; h. 19)
     Dengan rawat gabung, pemberian ASI dapat di lakukan sedini mungkin  sehingga anggaran pengeluaran untuk membeli susu formula dan peralatan untuk membuatnya dapat di hemat ruang bayi tidak perlu ada  dan ruang dapat di gunakan untuk hal yang lain. Lama rawat juga bisa dikurangi sehingga pergantian pasien bisa lebih cepat. ( Prawirohardjo, 2011; h. 387)

f.     Medis
     Secara medis pelaksanaan rawat gabung dapat menurunkan terjadinya infeksi nosokomial pada bayi, serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi. (Dewi dkk, 2010; h. 19).
     Dengan rawat gabung, ibu merawat bayinya sendiri. Bayi juga tidak terpapar dengan banyak petugas sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah. Di samping itu kolostrum yang banyak mengandung berbagai zat protektif akan cepat keluar dan memberikan daya tahan pada bayi.
     ( Prawirohardjo, 2011; h. 387).

7.    Bayi baru lahir bermasalah

Masalah yang perlu tindakan segera dalam 1 jam

a.    Tidak bernapas/ sulit bernapas

Penanganan umum yang bias diberikan adalah :
1)   Keringkan bayi atau ganti kain yang basah  dan bungkus dengan pakaian hangat dan kering.
2)   Segera klem dan potong tali pusat.
3)   Letakkan bayi pada tempat yang keras dan hangat.
4)   Lakukan pedoman pencegahan infeksi dalam setiap melakukan tindakan.
5)   Lakukan resusitasi bila terdeteksi adanya kegagalan napas setelah bayi lahir.
6)   Jika resusitasi tidak berhasil, maka berikan ventilasi.
b.    Sianosis / kebiruan dan sukar bernapas
Jika bayi mengalami sianosis (kebiruan ), sukar bernapas (frekuensi < 30 atau > 60 x/ menit), ada tarikan dinding dada ke dalam, atau merintih, maka lakukan hal berikut :
1)   Isap mulut dan hidung untuk memastikan jalan napas tidak tersumbat.
2)   Berikan oksigen 0,5 liter/ menit.
3)   Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan yang men- support kondisi bayi.
4)   Tetap menjaga kehangatan bayi.

c.    Bayi berat lahir rendah ( BBLR) < 2500 gram.
Ada dua macam BBLR, yang pertama bayi lahir kecil akibat kurang bulan. Dan yang kedua adalah bayi lahir kecil dengan BB yang seharusnya untuk masa gestasi (dismatur)
1)        Bayi lahir kecil akibat kurang bulan (premature)
a)    Masa gestasi < 37 minggu
b)   Factor penyebabnya adalah sebagai berikut:
1.   Ibu mengalami perdarahan antepartum, trauma fisik/psikologis, dan DM, atau usia ibu masih terlalu muda (< 20 tahun) dan multigravida dengan jarak kehamilan yang dekat.
2.   Keadaan social ekonomi rendah
3.   Kehamilan ganda atau hidramnion.

c)    Ciri-ciri bayi premature adalah sebagai berikut :
1.   Berat kurang < 2500 gram
2.   Lingkar dada < 30 cm
3.   Panjang badan < 45 cm
4.   Lingkar kepala < 33 cm.
5.   Kepala lebih besar dari badannya.
6.   Kulitnya tipis transparan dan banyak lanugo.
7.   Lemak subkutan minimal.
2)        Bayi lahir kecil dengan berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi (dismatur). Kondisi ini dapat terjadi preterm, aterm, maupun postmatur. Bayi lahir dengan berat sangat kecil (BB< 1.500 gram atau usia < 32 minggu) sering   masalah berat seperti :
a)    Sukar bernapas;
b)   Sukar minum( menghisap);
c)    Ikterus berat;
d)   Infeksi berat;
e)    Rentan hipotermi;
f)    Segera rujuk jika bayi mengalami kondisi-kondisi tersebut.
d.        Letargi
Tonus otot rendah dan tidak ada gerakan sehingga sangat mungkin bayi sedang sakit berat. Jika ditemukan kondisi demikian, maka segera rujuk.

e.    Hipotermi ( suhu < 36 ˚C )
              Bayi mengalami hipotermi barat jika suhu aksila < 35 ˚C. untuk mengatasi kondisi tersebut, lakukan hal berikut :
1)        Gunakan  alat yang ada incubator, radian heater, kamar hangat, atau tempat tidur hangat.
2)        Rujuk ke pelayanan kesehatan yang memiliki Neonatal Intensif Care Unit ( NICU )
3)        Jika bayi sianosis, sukar bernapas, ataua ada tarikan dinding dada dan merintih, segera berikan oksigen.
f.     Kejang
g.    Diare
Bayi dikatakan mengalami diare jika terjadi pengeluaran feses yang tidak normal, baik dalam jumlah maupun bentuk ( frekuensi lebih dari normal dan bentuknya cair). Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar.
h.    Obstipasi
Obsipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya obstruksi pada saluran cerna, atau bias didefinisikan sebagai tidak adanya pengeluaran feses selama 3 hari atau lebih. Lebih dari 90 % bayi baru lahir akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama, sedangkan sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika hal ini tidak terjadi maka harus dipikirkan adanya obstipasi. Namun, harus di ingat bahwa ketidakteraturan defekasi bukanlah suatu obstipasi pada bayi yang menyusu, karena pada bayi bayi yang mengkonsumsi ASI umumnya sering tidak mengalami defekasi selama 5-7 hari dan kondisi tersebut tidak menunjukkan adanya gangguan karena nantinya bayi akan mengeluarkan feses dalam jumlah yang banyak sewaktu defekasi. Seiring dengan bertambahnya usia dan variasi dalam dietnya, lambat laun defekasi akan menjadi lebih jarang dan feses yang dikeluarkan menjadi lebih keras.
i.      Infeksi
Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonates yang terjadi pada masa antenatal, intranatal, dan postnatal.
j.      Sindrom kematian bayi mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/ SIDS). Sudden Infant Death Syndrome/ SIDS terjadi pada bayi sehat secara mendadak, ketika sedang ditidurkan tiba-tiba ditemukan meninggal beberapa jam kemudian. Angka kejadian SIDS sekitar 4 dari 1.000 kelahiran hidup. Insiden puncak dari SIDS terjadi pada bayi usia 2 minggu dan 1 tahun. ( Dewi dkk, 2010; h. 6-8)

8.    Penatalaksanaan Pada Bayi Baru Lahir

a.    Membersihkan jalan nifas dan sekaligus menilai APGAR Score menit pertama dengan cara menghisap lendir bayi dari mulut dan hidung dengan memutar, jangan lakukan terus menerus tetapi beri kesempatan pada bayi untuk  bernafas, lakukan penghisapan hingga bayi menangis keras.
b.    Mengeringkan badan bayi dari cairan ketuban dengan menggunakan kain halus.
c.    Memotong dan mengikat tali pusat dengan dibungkus kasa steril (perhatikan teknik aseptik dan antiseptik).
Cara memotong tali pusat :
Menjepit tali pusat dengan klem dengan jarak 3 cm dari pusat lalu mengurut tali pusat ke arah ibu dan memasang klem ke 2 dengan jarak 2cm dari  klem yang pertama.memegang tali pusat di antara 2 klem dengan mengunakan tangan kiri (jari tengah melindungi tubuh bayi) lalu memotong tali pusat di antara 2 klem. Mengikat  tali pusat dengan jarak + 1cm dari umbilikus dengan simpul mati lalu mengikat balik tali pusat dengan simpul mati, untuk kedua kalinya di bungkus dengan kasa steril, lepaskan klem pada tali pusat, lalu memasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%. ( Dewi dkk, 2010; h. 3)
Penanganan tali pusat di kamar bersalin harus dilakukan secara asepsis untuk mencegah infeksi tali pusat dan tetanus neonatorum. Tali pusat di potong dan diikat dengan pada jarak
Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada neonatus. jelly wharton yang membentuk jaringan nikrotikdapat berkolonisasi dengan organisasi patogen, kemudian menyebar dan menyebabkan infeksi kulit dan infeksi sistemik pada bayi yang terpenting dalam perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan iar bersih sebelum merawat tali pusat. Bersihkan  dengan lembut kulit sekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudian bungkus dengan longgar/tidak terlalu rapat dengan kasa, popok atau celana bayi diikat di bawah tali pusat, tidak menutupi tali pusat untuk menghindari langsung terkontak dengan feses dan urine, hindari penggunaan koin, kancing, uang logam untuk membalut tekan tali pusat. (Prawirohardjo, 2011; h. 370).
d.        Memperhatikan suhu tubuh bayi dengan dibungkus kain hangat dan tidak memandikan  bayi terlebih dahulu.
Mengeringkan tubuh bayi segera setelah lahir, kondisi bayi lahir dengan tubuh basah karena air ketuban atau aliran melalui jendela/pintu yang terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan yang akan mengakibatkan bayi akan lebih cepat kehilangan suhu tubuh. Hal ini akan mengakibatkan serangan dingin yang merupakan gejala awal hipotermia. Bayi kedinginan biasanya tidak memperlihatkan gejala mengggigil oleh karena kontrol suhunya belum sempurna. ( Dewi dkk, 2010; h. 3)
Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi yang baru lahir harus segara dikeringkan dan bungkus dengan kain kering kemudian diletakkan telungkup di atas dada ibu untuk mendapatkan kehangatan dari dekapan ibu. ( Dewi dkk, 2010; h. 3)
Menunda memandikan BBL sampai tubuh bayi stabil. Pada BBL cukup bulan dengan berat badan lebih dari 2500 dan menangis kuat bisa di mandikan + 24 jam setelah kelahiran dengan tetap menggunakan air hangat pada BBL yang beresiko dengan berat badan badan kurang dari 2500 gram atau keadaan bayi sangat lemah sebaiknya jangan dimandikan sampai suhu tubuh stabil dan mampu menghisap ASI dengan baik.
(Dewi dkk, 2010; h. 4)
e.         Mendekatkan bayi ke ibu dan menetekkan segera setelah lahir
Rangsangan isapan bayi pada putting akan di teruskan oleh serabut saraf ke hipofisis anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Di mana hormon inilah yang akan memacu payudara untuk menghasilkan ASI. Pada hari hari pertama kelahiran bayi, apabila penghisapan putting susu cukup adekuat maka kan di hasilkan secara bertahap menghasilkan 10-100cc ASI. Produksi ASI akan optimal setelah hari 10-14 usia bayi. Bayi sehat akan mengkonsumsi ASI 700-800 cc ASI per hari ( kisaran 600-1000 cc) untuk tumbuh kembang bayi. Produksi ASI mulai menurun (500-700 cc) setelah 6 bulan pertama dan menjadi 400-600 cc pada 6 bulan kedua. Produksi ASI akan menjadi 300-500 cc pada tahun kedua usia anak. Reflek laktasi yang terdapat pada bayi baru lahir  seperti ; reflek mencari, reflek menghisap, dan reflek menelan.
Keuntungan pemberian ASI diantarany adalah adanya keterikatan emosional ibu dan bayi, sebagai kekebalan pasti untuk bayi, dan merangsang kontraksi uterus. Pada saat mulai pemberian ASI anjurkan ibu memeluk dan menyusui bayinya setelah tali pusat diklem dan dipotong, sehingga dapat merangsang produksi ASI, memperkuat reflek menghisap bayi. Pedoman pemberian ASI menyusui setelah lahir jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI kecuali ada alasan medis, menyusui bayi dengan posisi yang benar dan melakukan perawatan payudara. (Rukiyah dkk, 2010; h.13)
f.     Membersihkan daerah muka, tangan, lipatan ketiak, dada, punggung, kaki dengan kapas yang diberi baby oil (setiap kali usapan kapas harus diganti).
g.         Memberikan obat mata untuk  mencegah terjadinya infeksi pada mata dengan menggunakan salep eritromisan 0,5% atau tetrasiklin 1% untuk  pencegahan penyakit mata karena  klamedia (penyakit menular sexual).
h.         Memberikan injeksi Vit. K
Semua bayi baru lahir harus di beri Vit K injiksi 1 mg intramuskuler di paha kiri segera mungkin untuk mencegah perdarahan pada bayi baru lahir akibat defisiensi Vit K yang dapat di alamioleh sebagian bayi baru lahir. (Rukiyah, dkk, 2010; h. 14).
Di indonesia 67% dari angka kematian biayi merupakan kematian neonatus di mana salah satu penyebab adalah perdarahan akibat defisiensi vitamin K. (Prawirohardjo, 2011;h. 371)
i.      Pemantauan bayi baru lahir
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktifitas bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan.

1)      Dua jam pertama sesudah lahir
Hal-hal yang dinilai waktu pemantauan bayi pada jam pertama sesudah lahir meliputi :
1)     Kemampuan menghisap kuat atau lemah
2)     Bayi nampak aktif atau lunglai,
3)     Bayi kemerahan atau biru.
(Prawirohardjo, 2009; h. 136)


B.   Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

Asuhan kebidanan merupakan suatu penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kebidanan pada pasien yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam bidang kesehatan, ibu pada masa hamil, nifas dan bayi baru lahir serta keluarga berencana.

(Depkes RI, 1999).

Proses manajemen ini terdiri atas 7 langkah yang dimulai dari pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, antisipasi, intervensi, implementasi, dan terakhir evaluasi ( varney, 2006; h. 26)
Langkah-langkah manajemen kebidanan menurut Helen Varney sebagai berikut :
I.  Pengkajian (pengumpulan data dasar).
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien.
1.    Data Subjektif.
Ini berkaitan dengan  identitas pasien, seperti nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat ( Prihardjo, 2006; h. 21)
1)   Identitas bayi 
a.    Nama.
Nama jelas dan lengkap. Bagi pasien anak atau bayi di tanyakan nama orang tua atau wali (Sulistyawati dkk, 2012; h.166).
b.    Tanggal Lahir
Dicatat untuk mengetahui usia bayi, sehingga tindakan yang akan kita lakukan sesuai dengan usia bayi.
c.    Jenis Kelamin
     Untuk mengetahui jenis kelamin bayi.
d.   Anak ke
     Untuk mengetahui anak keberapa bayi tersebut
e.    Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila  diperlukan.




2)    Identitas ibu
a.    Nama.
     Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan. (Ambarwati dkk, 2009; h. 131)
b.    Umur.
     Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132)
c.    Agama.
     Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
d.   Pendidikan.
     Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauhmana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132)
e.    Suku/bangsa.
     Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.


f.     Pekerjaan.
     Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132)
g.    Alamat.
     Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila  diperlukan. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132)
3)    Keluhan Utama.
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan bayi baru lahir. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132).
4)   Riwayat Kesehatan.
a.    Riwayat Kesehatan Yang Lalu.
Data ini diperlukan untuk ada hubungannya dengan masalah yang dihadapi bayi dengan riwayat kesehatan yang lalu.
b.    Riwayat Kesehatan Sekarang.
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya. (Ambarwati dkk, 2009; h. 132)
c.    Riwayat Kesehatan Keluarga.
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya. (Ambarwati dkk, 2009; h. 133)
5)   Riwayat Obstetrik.
a.     Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu. Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu.
b.    Riwayat Persalinan sekarang.
Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bias berpangaruh pada masa nifas saat ini. (Ambarwati dkk, 2009; h. 134)
2.    Data Objektif
Pemeriksaan umum
a.    Pernafasan
Pernafasan bayi baru lahir normal adalah 30-60 kali permenit, tanpa retraksi dada dan tanpa suara merintih pada fase ekspirasi.
b.    Warna kulit
Warna kulit bayi normal ada kemerahan, sedangkan bayi preterm kelihatan lebih pucat.
c.    Denyut jantung,
     Denyut jantung bayi baru lahir normal antara 120-160 kali permenit,  tetapi masih dianggap normal bila lebih dari 160 kali permenit.
d.   Suhu aksila
     Suhu bayi normal adalah 36,5˚C.
e.    Postur dan gerakan,
     Postur normal bayi baru lahir dalam keadaan istrahat, adalah kepalan tangan longgar, dengan lengan, panggul dan lutut semi fleksi.
f.     Tali pusat
     Normal berwarna putih kebiruan pada hari pertama, mulai kering, mengkerut dan akhirnya terlepas setelah 7-10 hari.
g.    Berat badan
     Beberapa hari setelah kelahiran, berat badan bayi akan turun
     sekitar 10% dari berat badan lahir. Pada hari ketiga setelah kelahiran, berat badan bayi akan naik kembali sampai akhir minggu pertama dan beratnya akan sama dengan berat badan saat lahir.

Pemeriksaan fisik : ( Head to Toe )
a.    Kepala
     Untuk mengetahui bentuk kepala dan kesimetrisan bentuk wajah dan memngetahui ada tidak kelainan yang terdapat di kepala dan wajah seperti cepal hematoma, kaput sucsedenum.
b.    Mata
     Untuk mengetahui apakah mata simetris atau tidak terdapat kelainan seperti katarak , kebutaan atau tidak.
c.    Hidung
     Untuk mengetahui apakah pada mata terdapat pernafasan cuping hidung atau terdapat kelainan pada lubang hidung.
d.   Mulut
     Untuk mengetahui apakah pada mulut terdapat kelainan seperti labioskizis atau labiopalatoskizis dan mengetahui lidah bayi normal atau tidak.
e.    Telinga
     Untuk mengetahui telinga bayi simetris atau tidak, ada daun telinga atau tidak, ada lubang telinga tidak dan  terdapat serumen atau tidak
f.     Leher
     Untuk melihat apakah ada pembesaran kelenjar atau tidak dan untuk mengetahui apakah kepala bayi bebas beputar atau tidak.
g.    Dada
     Untuk mengetahui detak jantung bayi normal ada tidak, pernafasan bayi ada mengi dan ronchi atau tidak, dan ada penarikan/retraksi dinding dada atau tidak.
h.    Abdomen
     Untuk mengetahui perut bayi kembung atau tidak, ada kelainan atau tidak, dan untuk memeriksa apakah ada perdarahan atau tidak pada tali pusat.
i.      Punggung dan pinggang
     Untuk mengetahui apakah ada kelainan atau tidak pada bentuk punggung bayi.


j.      Genetalia
Laki laki
     Penis normal atau tidak, lubang uretra normal atau tidak,dan skrotum normal atau tidak.
Perempuan
Labia mayor dan labio minor ada sudah tertutup, lubang uretra dan lubang vagina ada atau tidak.
k.    Ekstremitas
     Untuk mengetahui ada kelainan atau tidak, lengkap atau tidak, pergerakan kaki dan tangan aktif atau tidak.
l.      Reflek
     Untuk mengetahui apakah bayi mengalami kecacatan atau tidak.
m.  Antropometri
     Untuk mengeahui BB bayi, PB, LK, LD, dan LL.

II. Interpretasi Data.
Mengidentifikasi diagnose kebidanan dan masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi diagnose kebidanan dan masalah. (Ambarwati dkk, 2009; h. 141)
1.    Diagnosa Kebidanan
Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan Paritas, Abortus, Anak hidup, umur ibu, dan keadaan nifas.

Data dasar meliputi:
a)    Data Subjektif
     Pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah abortus atau tidak, keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu  tentang keluhannya.
b)   Data Objektif
Palpasi tentang tinggi fundus uteri dan kontraksi, hasil pemeriksaan tentang pengeluaran pervaginam, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital.
2.    Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan keadaan pasien.
3.    Kebutuhan
Kebutuhan merupakan sebuah rencana yang dikembangkan untuk mengatasi rasa khawatir baik ibu maupun keluarga pasien tersebut. Kebutuhan perawatan dapat dikenali dari masalah dan diagnosa, atau salah satu dari keduanya ( Varney, 2006; h.27)

III. Diagnosa Potensial.
Mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi. Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnose potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnose. (Ambarwati dkk, 2009; h. 142)

IV. Antisipasi Masalah Potensial.
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Indentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien. (Ambarwati dkk, 2009; h. 142)

V. Perencanaan
Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnose yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi bayi baru lahir tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya. (Ambarwati dkk, 2009; h. 142)
Rencana yang diberikan pada bayi baru lahir adalah
1.    Bersihkan dan keringkan bayi dari lendir dan darah
2.    Lakukan pemotongan tali pusat
3.    Berikan bayi kepada ibu dengan teknik skin to skin untuk IMD
4.    Ukur antropometri bayi
5.    Bungkus bayi dengan kain yang bersih dan kering
6.    Beri vitamin K,  dan salep mata tetracyclin
7.    Beri bayi identitas
8.    Beri bayi kepada ibu untuk kembali disusui
VI. Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada klien dan keluarga.Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan aman. (Ambarwati dkk, 2009; h. 145)
Rencana yang diberikan pada bayi baru lahir adalah
1.      Membersihkan dan mengeringkan tubuh bayi dari lendir dan darah menggunakan kain bersih dan kering agar bayi tidak hipotermi
2.      Melakukan pemotongan tali pusat yaitu urut terlebih dahulu tali pusat kearah bayi, klem tali pusat 3-5 cm dari perut bayi. Kemudian urut kembali tali pusat kearah ibu lelu klem tali pusat 2-3 cm dari klem pertama. Kemudian potong tali pusat diantara kedua klem, kemudian ikat dengan kencang dengan benang tali pusat.
3.      Memberikan bayi kepada ibu dengan teknik skin to skin agar terjalin hubungan antara ibu dan bayi, bayi tidak hipotermi, membantu bayi agar lebih peka pada putting susu ibu serta memberi kehangatan pada bayi. Tutup tubuh bayi dari kepala dengan kain bersih dan kering.
4.      Mengukur antropometri bayi mulai dari lingkar kepala, lingkar dada dan lingkar lengan
5.      Membungkus bayi dengan kain yang bersih dan kering untuk menjaga tubuh bayi agar tetap hangat dan tidak hipotermi
6.      Memberikan bayi Vitamin K dengan dosis 0.5 cc secara IM pada paha luar bayi sebelah kiri, dan memberikan salep mata tetracyclin 1% pada kedua mata bayi.
7.      Memberikan bayi identitas agar bayi mudah dikenali dan mencegah tertukar dengan bayi lain
8.      Bayi telah diberikan pada ibunya untuk disusui kembali.


VII. Evaluasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum efektif atau merencanakan kembali yang belum terlaksana (Ambarwati dkk, 2009; h.147).

C.  Landasan Hukum Kewenangan Bidan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, BAB III Tentang Penyelenggara Praktik.
1.    Pasal  8 yang berbunyi:
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang memberikan pelayanan yang meliputi :
1)   Pelayanan Kebidanan
2)   Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, dan
3)   Pelayanan Kesehatan Masyarakat

2.         Pasal 9
1)   Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan pada ibu dan bayi.
2)   Pelayanan kebidanan kepaa ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, dan pada masa menyusui.
3)   Pelayanan kebidanan kepada bayi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua delapan) hari
3.      Pasal 10 Ayat (2)
Pelayanan kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi :
a.       Pemeriksaan bayi baru lahir;
b.      Perawatan tali pusat;
c.       Perawatan bayi baru lahir;
d.      Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan
e.       Pemberian penyuluhan.